SELAMAT DATANG DI BLOG PONTREN DARUL QUR'AN CIMALAKA

KAMI SENANG ANDA DAPAT BERSILATURAHMI MELALUI BLOG KAMI 

VOKAL GROUP 'ARABI SANTRI DQ

VOKAL GROUP 'ARABI SANTRI DQ

MENERIMA SANTRI+SISWA BARU

TELAH DI BUKA PENDAFTARAN SANTRI-MURID BARU PONTREN DARUL QUR'AN TAHUN AJARAN 2012-2013 UNTUK PROGRAM: MTs TERPADU DQ + NYANTRI; NYANTRI + SEKOLAH FORMAL DI LUAR PONTREN; PAUD-TK ISLAM PLUS; DINIYAH TAKMILIYAH

Rabu, 22 Oktober 2008

Ma'lumat, munajat dan ad'iyyat

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Dipermaklum dengan segala hormat kepada segenap orang tua yang telah membesarkanku, uwa, paman, bibi, saudara-saudaraku, guru-guruku, sahabat-sahabat, rekan-rekan kerja di PA Ambon, PA Lampung Selatan dan PA Garut, tetangga segenap santri, alumni santri dan keluarga besar pondok pesantren Darul Qur'an serta relasi-relasi yang membina hubungan dan kerjasama selama ini, seluruhnya yang saya hormati, saya cintai dan saya banggakan, bahwa dengan kudrah dan iradah serta limpahan karunia Allah swt. Insya Allah pada tahun musim haji 1429 H ini saya dengan isteri akan menunaikan ibadah haji ke baitullah menunaikan rukun Islam yang ke 5 yang insya Allah rencana keberangkatannya pada tanggal 25 Nopember 2008.
Sehubungan dengan itu kami sampaikan:
1.Permohonan maaf atas segala kealpaan, kekhilapan, baik yang di sengaja maupun yang tidak disengaja, karena selama bergaul sudah barang tentu kami banyak salah dan dosa.
2.Ucapan terima kasih yang sedalam-dalam atas segala do'a, suport, spirit, sumbangsih tenaga/pikiran serta finansial yang telah diberikan kepada kami, sehingga kami banyak mendapat nikmat dari Allah azza wa jalla yang mewajibkan kami untuk mensyukurinya.
3.Mohon do'a restu agar dalam perjalanan pelaksanaan haji kami diberikan kesehatan, kekuatan, dan kesabaran dalam melaksanakan ibadah haji sehingga menjadi haji yang mabrur dan mabrurah serta dapat kembali lagi ketanah air dengan selamat dan berkumpul kembali dalam ridha Allah.
Atas semua itu, sesungguhnya kamilah yang seharusnya mendatangi dan berkunjung kepada Bapak/Ibu/sdr. semua untuk menyampaikan hal tersebut, namun keterbatasan waktu dan kesempatan kami hanya dapat melakukannya melalui tulisan ini dan sekaligus mengundang untuk hadir dalam acara tasyakuran haji dan nikmat yang lainnya, pada :
Hari/tanggal: Minggu/9 Nopember 2008
Waktu : Jam 09:00 Wib s.d selesai
Tempat : Lingkungan Pontren Darul Qur'an Sumedang
Demikian kami sampaikan atas segala kesediannya dan dihaturkan terima kasih. Jazakallahu khairal jaza.
Wassalamu 'Alaikum Wr. Wb.
Drs. Cecep Parhan Mubarok, MH
Rd. Dewi Nurul 'Aini, S.Ag.
DO'A PEMBUKAAN KONGRES PTWP
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العلمين* حمدا يوافي نعمه ويكافي مزيده* ياربنا لك الحمد ولك الشكر كما ينبغي لجلال وجهك الكريم وعظيم سلطانك* اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين*

Ya Allah, Ya Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
Segala Puji dan syukur bagi-mu, Engkau Maha Pencipta alam semesta, hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. Dengan rahmat dan pertolongan-Mu Kongres Nasional PTWP ke ... dapat terselenggara dengan baik.

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa,
Anugerahkanlah kepada kami kekuatan dan bulatkan tekad kami untuk dapat melaksanakan Kongres Nasional PTWP dan melaksanakan hasil kongres tersebut dengan sebaik-baiknya Dan jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang bertawakkal Kepada-Mu. Sesunguhnya Engkau menyukai orang-orang yang bertawakkal.
Ya Tuhan Kami, ubahlah keadaan kami kepada arah keadaan yang lebih baik, masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, serta sejahtera lahir dan bathin.

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Mendengar,
Jadikanlah seluruh Aktivis PTWP sebagai aparatur negara dan pelayan masyarakat yang disiplin, jujur, bersih dan mengedapankan pelayanan kepada msyarakat. Limpahkan kekuatan lahir batin kepada seluruh anggota PTWP pengetahuan, keterampilan serta profesionalisme dalam mengabdi kepada-Mu, negara dan bangsa serta masyarakat .

Kuatkanlah persaudaraan dan tali silaturahmi di antara sesama anggota PTWP dan keluarga besar Mahkamah Agung. Hiasi kami dengan budi pekerti luhur dan jauhkan dari sifat dan budi pekerti buruk, khianat, iri, hasud, dengan sesama. Ya Allah Engkau telah memberikan kesejahteraan, berkahilah kesejahteraaan kami itu sebagai rizki dan milik yang kami syukuri. Sesunguhnya Engkau sebaik-baiknya pemberi rezki.

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Bijaksana,
Kami mohon kepada-Mu keamanan dan ketentraman serta kedamaian bangsa dan Negara kami, jauhkan kami dari perpecahan dan pertikaian yang merusak sendi-sendi keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia.



Ya Allah ‘A-limul Ghaibi Wasyahadah Rahmat.
Kami mohon limpahan ampun dan kehidupan yang penuh berkah sukses dalam usaha di dunia dan untuk akhirat, berilah kami kemenangan meraih sorga yang serba nikmat dan dari adzab nestapa neraka kami selamat.


Limpahkan kepada mereka kesehatan jasmani yang sempurna berprestasi dalam segela usaha dan upaya, sifat sportif dalam bertanding dan berolah raga, jauhkan mereka dari curang, menang tanpa makna.

Akhirnya doa dari segala pinta, sejahterakan kami hidup di alam fana, bahagiakan kami kelak di alam baka hindarkan kami dari nestapa adzab mereka, rahmat ampunan-Mu jua tentukan segala.

ربناعليك توكلنا وإليك أنبناواليك المصير*ربنا أتنا فى الدنيا حسنة* وفى الأخرة حسنة*وقنا عذاب النار* وأدخلنا الجنة مع الأبرار*يا عزيز يا غفار* يا رب العلمين* سبحان ربك رب العزة عما يصفون* وسلام على المرسلين* والحمد لله رب العلمين*

Makalah Nikah Sirri & Thalak Sirri

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN DALAM NAUNGAN HUKUM *)
Drs. Cecep Parhan Mubarok, MH.
(Hakim Pengadilan Agama Garut)

A. PENDAHULUAN
Judul tulisan ini sengaja penulis pilih untuk memberikan jawaban singkat tentang topik diskusi yang digagas oleh panitia yaitu Pernikahan Sirri dan Thalak Sirri Perspektif Hukum Positif. Karena tidak ada satu negarapun di dunia ini yang akan membiarkan warganya hidup dalam ketidak-teraturan dan ketidak-tertiban. Sehingga untuk melindungi dan mengayomi masyarakatnya Negara mengharuskan dirinya menciptakan hukum untuk memberikan mashlahat yang sebesar-besarnya dan menghilangkan mudharat sekecil apapun. Hal tersebut dilakukan tentu untuk seluruh hajat kehidupan manusia termasuk hajat (kepentingan) pemeliharaan keturunannya (hifdz al-nasl) yaitu melalui pembentukan hukum dan peraturan perundangan-perundangan yang berkaitan dengan pelestarian lembaga perkawinan.
Penomena perkawinan dan perceraian di bawah tangan (sirri) banyak terjadi di Indonesia, baik dikalangan masyarakat biasa,para artis, para pejabat bahkan yang sangat tidak jarang diprakarsai dan restui oleh tokoh agama. Di tengah komunitas muslim meyakini bahwa perkawinan di bawah tangan sah menurut Islam karena telah memenuhi rukun dan syaratnya, sekalipun perkawinan tersebut tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama, atau perceraian itu telah sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya, sekalipun perceraian itu dilakukan di luar sidang pengadilan. Akibat pemahaman tersebut maka timbul dualisme hukum yang berlaku di negara Indonesia ini, yaitu di satu sisi perkawinan itu harus dicatatkan di Kantor Urusan Agama dan disisi lain tanpa dicatatkanpun tetap berlaku dan diakui dimasyarakat, atau di satu sisi perceraian itu hanya sah bila dilakukan di depan sidang Pengadilan, di sisi lain perceraian di luar sidang Pengadilan tetap berlalu dan diakui di masyarakat. Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, maka timbul permasalahan pokok yaitu bagaimana keabsahan pernikahan dan perceraian menurut hukum Islam yang berlaku di Indonesia (Hukum Positif) ?. Inilah yang akan kita diskusikan dalam tulisan singkat berikut:

B. PEMBAHASAN
Hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia adalah merupakan unifikasi dari seluruh sistem hukum yang pernah ada di negeri ini, baik hukum Islam, hukum adat maupun hukum barat yang selanjutnya menjadi sistem hukum nasional. Namun demikian sebagai ummat Islam kita patut berbangga karena Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan PP No 9 tahun 1975 muatannya sangat kental dengan semangat pembentukan syari’at Islam (ruh al-tasyri’il Islami), terlebih setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang kemudian diamandemen oleh UU No 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, di samping telah menguatkan kesempurnaan penegakan hukum Islam di Indonesia juga telah mendorong lahirnya peraturan perundangan-undangan yang lain yang menambah kelengkapan hukum Islam yang berlaku di Indonesia, seperti Kompilasi Hukum Islam melalui INPRES No. 1 tahun 1991 yang mengatur tentang hukum perkawinan (hukum Keluarga), Kewarisan, wasiat, hibah dan shadaqah. UU tentang Haji, UU tentang Pengeloaan Zakat dan yang terbaru lahirnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah. Peraturan peraturan perundang-undangan tersebut merupakan hasil perjuangan dan pemikiran para ulama dan cendekiawan muslim Indonesia yang sudah barang tentu lahirnya tidak mudah seperti membalikan tangan tetapi melalui upaya-upaya pengerahan segala kemampuan termasuk melewati perjuangan supra struktur politik maupun inpra struktur politik yang akhirnya menjadi hukum positif di tanah air tercinta Indonesia. Selanjutnya adalah bagaimana tugas kita sekarang dalam menghargai perjuangan, pengorbanan ulama-ulama kita itu? Mereka telah menunggu seabad lebih untuk menjadikannya seperti sekarang ini. Sebagai muslim kita selalu ta’dzim kepada mereka dan kita berlindung kepada Allah Swt. pantang untuk mengkhinati mereka sepanjang mereka tidak maksiat kepada Allah. Inilah wujud implementatif dari pemaknaan yang berbeda dalam penafsiran Surat An-Nisa ayat 59 yang Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan kepada ulil amri (pemerintah / ulama).
Mengutip pendapat Abdurrahman Shaleh yang pernah terbaca oleh penulis, pembangunan hukum meliputi tiga dimensi: dimensi pemeliharaan dan pelestariaan penerapan hukum yang telah ada yang telah baik, dimensi pembaharuan dan dimensi penciptaan. Perjuangan penegakan hukum Islam oleh para ulama dan cendikiawan muslim tentu bukanlah sesuatu yang final atau finish, tetapi harus terus dipertahankan nilai-nilai hukum yang telah baik juga lebih memberikan kemaslahatan, tetapi sembari itu kita jalankan, tugas kita selanjutnya adalah menggali, mencari dan menemukan dengan pembaharuan yang lebih yang baik dan lebih mashlahat. Hal ini pula yang tersimpulkan dalam kaidah fiqhiyyah namun semangatnya sangat dalam dan luas:
Al-muhafadhzatu bi al-qadiimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadiid al-ashlah
Artinya: Memelihara nilai-nilai yang lama yang baik dan mengambil nilai-nilai yang baru yang lebih baik.
Menurut Imam Asy-Syathibi “jika aturan/hukum itu membawa kepada kemaslahatan, maka aturan /hukum itu harus dijadikan sebagai pegangan, dengan kriteria 1). Tidak bertentangan dengan maqashid al-syari‟ah yang dharuriyyah, hajiyyat dan tahsiniyyat, 2). Rasional, dalam arti bisa diterima oleh orang cerdik-cendikiawan (ahl al-dzikr), 3). Menghilangkan duka lara (raf’ al haraj)[1]. Dengan demikian maka upaya-upaya untuk kembali kepada tatanan yang tidak teratur dan tidak tertib merupakan suatu kemunduran dan pengkhianatan terhadap perjuangan kemashlahatan yang dilakukan oleh ulama dan pemerintah sehingga hukumnya dosa dan tidak legal.
Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perkawinan nyaris telah memberikan perlindungan yang lebih mashlahat kepada kita sebagai warga Negara yang menganut agama Islam sehingga tidak dikenal pernikahan sirri dan thalak sirri. Karena peraturan perundang-undangan tersebut telah memberikan fungsi hukum yang tepat bukan hanya sekedar memberikan fungsi pengaturan dimana pernikahan sah apabila dilakukan menurut agama tetapi mempunyai fungsi penertiban seperti adanya pencatatan pernikahan sebagaimana terumuskan dalam pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo. pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Kompilasi Hukum IslamInpres RI. Nomor 1 tahun 1991, ayat (1) berbunyi “Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam harus dicatat, sedangkan ayat (2) berbunyi “Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah”.
Fungsi Penertiban dimaksudkan adalah untuk memberikan jaminan terpeliharanya tujuan perkawinan membentuk rumah tangga yang sejahtera lahir dan bathin, mawaddah, sakinah dan rahmah. Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskannya bahwa tujuan perkawinan adalah 1). Untuk mendapatkan dan melangsungkan keturunan, 2). Untuk menyalurkan sahwatnya dan menumpahkan kasih sayang, 3). Untuk memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan, 4). Menimbulkan kesungguhan untuk bertanggungjawab dalam memenuhi hak dan kewajiban serta memperoleh kekayaan yang halal, 5). Untuk membangun rumah tangga/masyarakat atas dasar cinta dan asih sayang[2].
Demikian pula apabila terjadinya perceraian sebagai jalan keluar yang dharurat (emergensi exit), peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak mentolelir adanya perceraian yang liar (thalak sirri) yang sangat potensial merugikan salah satu pihak terutama pihak isteri dan anak-anak yang sering menjadi korban perceraian. Dengan perceraian dilakukan di depan sidang Pengadilan Sebagaimana diuraikan dalam pasal 39 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi “ Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan ke dua belah pihak”. Yang dimaksud Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi orang yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi orang yang beragama selain Islam seperti diperjelas oleh pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “ Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. maka akan terjamin hak-hak isteri, suami dan anak-anak mereka.
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang menerangkan tentang perceraian, surat Al-Baqarah dari ayat 227 sampai ayat 241, surat At-Thalaq ayat 1 sampai ayat 7, surat Al-Maidah ayat 35 dan lain sebagainya. Pada dasarnya ayat-ayat yang menerangkan thalak /perceraian menuntut adanya penertiban yang tidak lepas dari keterlibatan orang lain, artinya thalak itu tidak saja dilakukan oleh suami istri tetapi diketahui/disaksikan juga oleh orang lain terutama dihadapan Rasulullah. Kejadian-kejadian thalak selalu dihadapkan kepada Rasulullah, oleh karena itu turunnya ayat-ayat thalak adalah untuk mengoreksi dan meluruskan cara-cara thalak yang salah yang dilakukan oleh shahabat-shahabat Rasulullah. Sebagai contoh sebab turunnya ayat 230 surat Al-Baqarah adalah “ berkenaan dengan pengaduan Aisyah binti Abdurrahman bin Atik kepada Rasulullah saw. bahwa ia telah dithalak oleh suaminya yang ke dua (Abdurrahman bin Zubair) dan akan kembali kepada suaminya yang pertama (Rifa’ah bin wahab) yang telah menthalak bain, Aisyah berkata bolehkah saya kembali kepada suami yang pertama padahal saya belum digauli oleh Abdurrahman bin Zubair ?, Nabi menjawab tidak boleh kecuali kamu telah digauli oleh suami yang kedua”.[3]
Begitu juga hadits-hadits nabi yang menerangkan tentang thalak, kejadiannya selalu dihadapan Rasulullah saw. seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim Dari Ibnu Abbas yang artinya “sesungguhnya Rakanah telah menthalak istrinya dengan thalak tiga pada tempat yang satu, ia merasa sangat sedih atas perceraian itu, kemudian Rasulullah bertanya kepadanya bagaimana caramu menthalak isterimu?, Rakanah menjawab thalak tiga sekaligus, 29 Rasulullah bersabda sesungguhnya thalak yang demikian itu adalah thalak satu rujuklah engkau kepadanya”.[4]
Dengan demikian setiap peristiwa thalak yang dilakukan oleh shahabat-shahabat Rasulullah selalu dihadapkan kepada Rasulullah, sehingga seandainya Rasulullah belum mengtahui hukumnya, Rasulullah akan mengadukannya kepada Allah maka turunlah ayat-ayat thalak, sedangkan apabila Rasulullah sendiri telah mengetahui hukumnya maka itulah hadits-hadits Rasulullah.
Rasulullah sendiri kedudukan adalah sebagai Pemimpin/Raja/Sulthan.Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa thalak itu harus diucapkan/ dijatuhkan dihadapan pemimpin/ sulthan/raja, bukan dihadapan sembarang orang. Kalaulah thalak itu boleh dijatuhkan kapan saja dan dihadapan sembarang orang, maka kaum laki-laki dengan nafsu serakahnya akan bebas menceraikan istri dimana saja dan kapan saja serta bebas pula untuk menikah lagi dengan siapa saja yang ia inginkan, setiap ia menginginkan wanita yang satu, maka ia akan menceraikan isterinya yang lain begitu seterusnya. Jelas perkawinan seperti ini bukan menjadi maslahat bagi kehidupan manusia, justru sebaliknya akan membawa madharat dan ini bertentang dengan “maqaashid as-syari‟ah”, oleh karena itu perceraian seperti ini tidak sesuai dengan hukum. Begitu juga masalah saksi dalam perceraian apakah perlu dihadirkan ?, dalam hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama ulama-ulama fiqh baik dari golongan ulama salaf maupun golongan ulama khalaf bahwa dalam perceraian (thalak) tidak perlu saksi, dengan alasan thalak adalah hak suami, sedangkan golongan ke dua yang terdiri dari Ali bin Abi Thalib, Imran bin Husein, Muhammad Baqir, Za’far Shadiq, ‘Atha, Ibnu Zuraid, Ibnu Sirin, Syi’ah Imamiyah bahwa dalam perceraian (thalak) wajib adanya saksi, dengan alasan berdasarkan firman Allah dalam surat At-Thalak ayat dua.[5] Dalam firman Allah ayat dua surat At-Thalak disebutkan “ Apabila telah habis masa Iddah, maka rujuklah mereka dengan baik atau lepaskan (thalak) mereka dengan baik pula dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil”. Menurut Imam Suyuthi dan Ibnu Katsir “ ketika nikah harus dihadirkan dua orang saksi yang adil , ketika bercerai harus dihadirkan dua orang saksi yang adil dan ketika rujukpun harus dihadirkan dua orang saksi yang adil pula. Sedangkan untuk mengetahui keadilan saksi, maka saksi tersebut harus disumpah di depan sidang Pengadilan, karena Pengadilan yang mempunyai kekuasaan (wewenang) untuk mengurus masalah perceraian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapat yang lebih kuat dan memberikan kepastian hukum serta memberikan kemaslahatan adalah perceraian yang dilakukan di depan sidang Pengadilan.
Memperhatikan uraian tersebut di atas maka law as a tool as social control and law as a tool as social angenerring (hukum sebagai control social dan hukum sebagai alat pemberdayaan masyarakat), telah dijalankan oleh Rasullah yang pada gilirannya harus dicontoh oleh masyarakat moderen dalam penegakan hukum sebagai implementasi amar makruf nahyi munkar. Karena nilai-nilai hukum yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits bukanlah nilai yang mengawang-awang diangkasa hampa tanpa makna tak pernah menapak di bumi. Melainkan implementasinya memerlukan siyasah syar’iyyah dalam wujud campur tangan kekuasan (tauliyah) baik legislative (pembuat undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-undang) dalam hal perkawinan adalah KUA, maupun yudikatif (kekuasan peradilan/kehakiman) dalam menyelesaikan persengketaan-persengketaanya. Kaidah-kaidah berikut ini adalah kaidah yang terkait erat dengan siyasah syar’iyyah yang perlu diperankan oleh penguasa di satu sisi, namun disisi lain perlu peran serta masyarakat dalam meminimalisasi perbedaannya:
Tasharruf al-imam manuthun bil mashalahah
Artinya: “Pendayagunaan pemimpin harus berorientasi kemashlahatan”.
Ilzam al-shulthan yarfa' al-khilaf
Artinya: “Ketetapan penguasa menghilangkan perbedaan”
Perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari yang seharusnya, misalnya pernikahan dan perceraian dilaksanakan oleh aparat yang tidak berwenang atau tidak ditunjuk oleh undang-undang adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan semangat penegakan hukum Islam dan layak mendapatkan hukuman (sanksi).

C. KESIMPULANDari uraian tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:Melaksanakan Pernikahan dan Perceraian yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku berarti telah ikut serta dalam mengintegrasikan semangat pensyari’atan hukum dalam fungsi Pengaturan secara substasial dan fungsi penertiban secara formal.Pernikahan dan Perceraian di bawah tangan telah menyalahi peraturan perundangan yang berlaku dimana hukum Islam dalam bidang perkawinan adalah merupakan bagian integral di dalamnya dari sistem hukum nasional, maka perbuatan tersebut di samping tidak mempunyai kekuatan hukum dipandang tidak sah menurut hukum.
Perkawinan dan perceraian di bawah tangan (sirri) berdampak sangat merugikan bagi pihak-pihak yang melakukannya, terutama bagi isteri dan anak-anak keturunan mereka, baik secara hukum maupun sosial.

Wallahu a’lam bish shawab
Garut, 22 Oktober 2008
*) Makalah disampaikan dalam Diskusi Panel yang diselenggarakan oleh KUA Tarogong Kaler dan Tarogong Kidul pada tanggal 22 Oktober 2008.
[1] Asy-Syathibi. Al-Muwafaqat fi Ushulisy Syari‟ah. Al-Maktabah al-Tijariyah Mesir: hal 172.
[2] Imam Ghazali. Ihya „Ulumuddin. Usaha Keluarga. Semarang: Juz 2. Hal. 25
[3] KH. Qomaruddin Shaleh Dkk. Asbabun Nuzul Latar belakang Historis Turunnya ayat-ayat Al-Qur‟an. CV.Diponegoro. Bandung: Cet. Ke 6 Tahun 1985. Hal 79
[4] Imam Muslim. Shahih Muslim. CV. Dahlan. Bandung: Juz I Hal. 629-630
[5] Syekh Sayyid Sabiq. Fiqh As-Sunnah. Darul Fikri. Bairut Libanon: Jilid 2. Hal 220

Senin, 28 Juli 2008

KHUTBAH ‘IDUL ADHA 1427 H
Oleh: Cecep Parhan Mubarok
*)
MEMAKNAI PERJUANGAN NABI IBRAHIM A.S
MENEGAKAN AGAMA TAUHID

ألله أكبر 9×
ألله أكبر كبيرا والحمد للّه كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون, لا إله إلا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الاحزاب وحده لا إله إلا الله ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد
الحمد للّه له الملك وله الحمد وهوعلى كل شيئ قدير الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم احسن عمل وهو العزيز الغفور . ا أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الذي هدانا بالاسلام وامرنا بالجهاد ونور قلوبنا بالكتاب المنير , وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله الذي بلغ رسالة وادى الامانة ونصح الامة برسالة الخالدة رحمةللعالمين في أيامنا هذا وفي يومئذ يوم عسير على الكافرين غير يسير , اللهم صل وسلم على هذا النبي النبي الكريم محمد ابن عبدالله وعلى أله و أصحبه أجمعين . أما بعد . فيا أيها العائدون والعائدات أوصيني وإياكم بتقوى الله فقدفاز المتقون قال عز وجل في قائل كريم أعوذ بالله السميع العليم من الشيطان الرجيم: واذ قال ابراهيم رب اجعل هذا بلدا امنا وارزق أهله من الثمرات من أمن منهم بالله واليوم الاخر قال ومن كفر فأمتعه قليلا ثم اضطره الى عذاب النار وبئس المصير
HADIRIN SIDANG ‘IED YANG DIMULYAKAN ALLAH

Segala puji milik Allah Rabbul Izzati, dia yang tidak berawal dan berakhir, Dialah wajiibul wujuub, tempat bergantung segala sesuatu. Maha suci Allah yang patut disembah dan disucikan, tiada Ilah melainkan Allah ‘Azza Wajalla. Maha besar yang telah menjadikan bulan ini, hari ini adalah mulia dan hari bahagia bagi orang-orang beriman. Jutaan manusia dari berbagai etnik, suku, dan bangsa diseluruh penjuru dunia, mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil, sebagai refleksi rasa syukur dan sikap kehambaan mereka kepada Allah SWT. Sementara jutaan yang lain sedang membentuk lautan manusia di tanah suci Makkah, menjadi sebuah panorama menakjubkan yang menggambarkan eksistensi manusia dihadapan kebesaran rabbnya Yang Maha Agung. Mereka serempak menyatakan kesediannnya untuk memenuhi panggilan-Nya:
لبيك اللهم لبيك, لبيك لا شريك لك لبيك, ان الحمد والنعمة والملك لاشريك لك
Hari ini para jama’ah hajji melempar jumrah dan berkorban, setelah sebelumnya mereka wukuf di padang ‘arafah, melaksanakan thawaf dan sa’i, menjalani seluruh manasik hajji demi mendapatkan ridla Allah Rabbul ‘Izzati. Seraya merasakan betapa nikmatnya menjadi orang beriman, berislam: Menyembah Tuhan yang satu, menghadap kiblat yang satu, bertahkim dan berhukum kepada Al-Qur’an kitab Allah yang satu dan mereka sadar adalah ummat yang satu pula.
Shalawat dan Salam semoga selalu dan tetap terlimpahkan kepada baginda Rasul nabiyyana wa habiibana Muhammad SAW, beserta keluarga beliau dan semua pengikutnya yang beriman pada kurun awal maupun kurun akhir dari dunia ini. Karena beliaulah kita mendapatkan dan mengerti kesejatian hidup ini, agar menjadi hamba yang hanya beribadah kepada Allahu al Malikul Haqqul Mubiin.

الله اكبر الله اكبر الله اكبر
HADIRIN KAUM MUSLIMIN YANG DIMULIAKAN ALLAH
Marilah kita jadikan momentum idul adha sebagai saat yang tepat untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dalam makna yang sesungguhnya. Keimanan kita tidak cukup hanya dimaknai dengan percaya tanpa adanya komitmen – tidak cukup hanya percaya dengan rukun iman yang enam itu tanpa mengisi kepercayaan dengan tekad dan perilaku kehidupan yang menjadi karakteristik orang yang beriman. Demikian halnya dengan taqwa – yang secara terminologis dalam bahasa Indonesia diambil begitu saja tanpa perlu terjemah, kadangkala dimaknai sebagai takut kepada Allah saja. Memang tidak ada yang salah dengan makna takut kepada Allah (yakhsyallah), tetapi alangkah eloknya apabila taqwa kita terima dalam pengertian yang lebih utuh yakni sebagai bentuk pencarian wiqayah atau perlindungan dari segala hal yang merugikan atau membahayakan diri dan lingkungan. Dengan demikian seruan peningkatan taqwa dalam bentuk upaya aktif adalah untuk mendapatkan proteksi dari Allah terhadap segala hal atau kondisi yang merugikan atau membahayakan kehidupan kita, dunia dan akhirat. Meminjam istilah dalam dunia kesehatan maka taqwa dapat diqiaskan sebagai booster imunisasi untuk melindungi diri dari serangan penyakit (menular) tertentu – daya tahan tubuh bisa optimal tetapi juga bisa melemah, demikian halnya dengan keimanan dan ketaqwaan kita, bisa meningkat namun bisa juga menurun –al iimanu yaziidu wa yanqushu. Secara umum strategi bertaqwa tidak sulit yakni: Laksanakan perintah-perintah-Nya – Hindari larangan-larangan-Nya.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ(197)
“berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah ketaqwaan, maka bertakwalah wahai orang yang dikaruniai pengetahuan” (Q.s. al baqoroh 197).
Kemudian firman Allah yang sangat erat kaitannya dengan esensi ibadah qurban juga mengingatkan kepada kita semata-mata untuk menggapai ketaqwaan kepada Allah.
“Tidak ada daging kurban, dan tidak pula darah muncrat hewan kurban yang mencapai Allah Swt. Akan tetapi ketaqwaan kalianlah yang akan diperhitungkan Allah” (Q.S. al hajj 37).
الله اكبر الله اكبر الله اكبر
HADIRIN KAUM MUSLIMIN YANG DIMULIAKAN ALLAH
Ada peristiwa besar yang mengantarkan kita kepada hari raya akbar ini, dan mari kita mencoba mencari makna-makna yang terkandung di dalamnya, apakah itu makna ritual dalam peribadatannya, ataukah juga sekalian dengan makna sosial yang selayaknya bisa kita tarik dalam aspek duniawiyah kehidupan kita. Peristiwa itu adalah : pelaksanaan ibadah haji dan penyembelihan hewan kurban – yang keduanya secara histories tidak bisa dipisahkan dengan sosok dan kisah nabi Ibrahim AS.
Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai Bapak Monotheisme – bapak ketauhidan. Nabi Ibrahim adalah sosok jenius yang tidak saja cerdas intelejensinya tetapi matang pula emosi dan spiritualismenya. Ikuti kisah nabi Ibrahim mencari kebenaran dan eksistensi tuhan Allah Yang Esa dalam al-Qur’an surat al-an’am ayat 76 – 79; dimana Nabi ibrahim menggunakan rasa, akal dan inderanya untuk mencari tuhan yang sebenarnya, sedemikian rupa sehingga pada akhirnya beliau menyatakan : aku pasrah kepada Dzat yang menguasai langit dan bumi, aku hanief dan aku tidak mau menjadi orang yang menyekutukan tuhan.
Nabi Ibrahim juga hidup dalam situasi yang tidak kondusif, kemusyrikan ada dimana-mana, ketidak jelasan ada dimana-dimana, bahkan beliau dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan yang musyrik pula , akan tetapi selain bersikukuh menegakan kebenaran, nabi Ibrahiem senantiasa memberikan penghormatan yang selayaknya kepada orang tua beliau. Sekalipun bapaknya sudah menyatakan akan merajam Ibrahim, akan tetapi (subhanalloh !) Ibrahim menyatakan: Mudah-mudahan kedamaian atas engkau wahai ayah, aku akan mintakan ampunan Allah untukmu (Q.S. Maryam 41-47).
Tegas, Konsisten (Istiqomah) tetapi tetap santun dan berkhidmat kepada yang perlu dihormati, itulah akhlak nabi Irahim.Bagaimana dengan kita ?
Tidak itu saja, ibadah dan penyembelihan hewan kurban membawa kita kepada kisah ujian yang diberikan oleh Alloh kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS. Ketaatan dan ketabahan kedua bapak beranak tersebut seharusnya memberi teladan kepada kita untuk mampu menciptakan keluarga yang muttaqin, anak yang sholeh, taat dan berbakti, anak yang mampu mendukung orang tua untuk melaksanakan perintah Tuhan hatta itu harus mengorbankan jiwanya sekalipun. Akan tetapi (subhanalloh) keduanya lalu dinyatakan lulus ujian, nyawa ismail diperkenankan diganti dengan hewan kurban. Bagaimana bisa menciptakan dan mengkodisikan keluarga yang utuh beriman sebagaimana dicontohkan adalah seharusnya menjadi komitmen kita masing-masing sekaligus menjadi komitmen bersama sebagai bangsa yang menjunjung nilai-nilai Ketuhanan, yang berperadaban, yang berkemanusian dan yang berkeadilan. Maka dengan demikian Insya Allah akan menjadi masyarakat yang marhamah dan baldah yang toyyibah.
Namun Hadirin Sidang ‘ied yang dirahmati Allah.
Ditengah kebahagian kita hari ini, kita masih menyaksikan potret yang buram dan menjijikan ditengah tengah ummat ini, ditengah bangsa yang sedang dirundung dengan berbagai mushibah dan cobaan, Kita masih menyaksikan manusia-manusia yang secara lahiriyah berpenampilan rapih, bersih, menarik, perlente dengan gaya dan isi pembicaraan yang memukau seolah ingin menggambarkan tingginya kemampuan intelektual mereka dan keberpihakan mereka kepada kebenaran dan keadilan. Padahal kondisi sebenarnya, mereka tidak lain dari sekedar penumpang-penumpang gelap yang menjalani kehidupan ini dengan penuh kepura-puraan yang dengan secara sistematik mereka menghancurkan sendi-sendi moral mengikis habis norma-norma sosial dan budaya, akibatnya masyarakat tidak peduli lagi dengan kebenaran yang sebenarnya datang dari Allah bahkan nyaris mereka tidak percaya dengan apa yang ada dalam aturan Allah.. Salah satunya adalah pandangan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesucian diri dari segala perbuatan nista dan dari bahaya hubungan seksual diluar nikah (zina). Beberapa tahun lalu kita merasakan adanya suatupan dangan yang sama bahwa berhubungan seksual diluar nikah adalah sesuatu yang ‘aib dan merupakan dosa besar yang harus dijauhi, baik oleh yang belum maupun yang sudah menikah. Pandangan ini diterima sebagai suatu norma yang berlaku dimasyarakat, sehingga bila ada yang melanggarnya akan mendapat perlakuan yang seragam dari seluruh lapisan masyarakat di mana saja. Ia akan menerima sanksi sosial berupa penyingkiran dari pergaulan sosial, dimusuhi, tidak mendapatkan hak-hak sebagai warga dsb. Akibatnya, ia akan terkucilkan dari masyarakat merasakan kehidupan yang sempit dan tersiksa serta merasakan sebagai pihak yang ‘terhukum’. Hal ini akan melahirkan perasaan jera yang efektif mengurangi frekuensi pengulangan perbuatan tersebut.
Namun lihatlah kondisi masyarakat sekarang ini, dengan dalih menutupi aib, berzina dan pergaulan bebas dianggap sebagai salah satu ciri gaya hidup modern dan merupakan ‘tuntutan zaman’, bahkan sudah berani terang-terangan dengan menggelar konfrensi pers mengaku dirinya telah berzina dan menggugurkan kandungan anak yang tak berdosa, Na’udzu billah tsumma na’udzubillah. Akibatnya hadirin… telah terjadi perubahan-perubahan norma sosial, norma susila bahkan sekaligus telah meruntuh nilai-nilai agama Islam yang memegang prinsip pemiliharaan terhadap keturanan (hifdzun nasl) khususnya dan penjagaan terhadap ummat (Hifdzul Ummah) pada umumnya. Berbagai prilaku menyimpang ini telah terjadi dimana-mana, pada setiap lini kehidupan manusia, dari lapisan masyarakat biasa sampai dengan lapisan masyarakat yang biasa kita sebut sebagai ‘tokoh’. Apakah itu tokoh politik, tokoh agama , tokoh seni, tokoh budaya, tokoh pemerintahan maupun tokoh masyarakat yang lainnya..
Saudara-saudaraku ikhnulmuslimin, khususnya para tokoh yang dimulyakan oleh Allah.
Tokoh dalam kajian ilmu kemasyarakatan kita adalah merupakan panutan yang selalu ditiru dan sangat berpengaruh baik ucapan maupun perilakunya. Sehingga kompleksitas diri seorang tokoh sangat dipertaruhkan bukan sekedar perpegang pada ciri khas ketokohannnya, namun harus benar-benar menggambarkan kepatuhan dirinya kepada aturan-aturan Allah dan Rasulnya. Demikianpun kita tidak boleh mengangap enteng bahwa apa yang telah diatur dan ditertibkan oleh pemerintah hanya sekedar suplementer (tambahan) saja tetapi kita harus memeganginya sebagai sumplementer yang complementer artinya sebagai tambahan yang dapat melengkapi dan menguatkan hukum-hukum Allah dan Rasulnya. Sehingga hukum-hukum Allah dan Rasulnya dapat hidup, membumi dan tegak ditengah-tengah masyarakat yang nyata . Inilah yang dalam ushul fiqh disebut mashlahatul’ammah (kemaslahatan umum) yang merupakan pertimbangan utama dalam law inporcemen (melahirkankan dan menerapkan syari’at) baik oleh masyarakat muslim terlebih oleh penguasa atau pemerintah: Sebagaimana dalam kaidah fiqhiyyah disebutkan:
تصرف الامام منوط بالمصحة
“Pendayagunaan pemimpin haruslah diorientasikan untuk membentuk kemaslahatan”
Kita tidak boleh pilih-pilih penguasa (pemerintahan) dalam penegakkan syari’ah ini, kita lahir ingin diproteksi oleh pemerintah, kita berbisnis (berekonomi) perlu dilindungi pemerintah, kita beli tanah perlu pemerintah, naik haji, berzakat diperlukan keterlibatan pemerintah apalagi kita mau kawin satu, dua, tiga bahkan empat sekalipun pemerintah siap memberikan naungan hukum . Pada dasarnya apapun alasannya dalam menjalankan syari’at Islam secara siyasah syar’iyyah pemerintah harus terlibat di dalamnya. Kenapa demikian? karena perbuatan-perbuatan hukum manusia baik secara privat apalagi secara publik misalnya pidana, perdagangan atau pemerintahan akan selalu berhadapan dengan hak disatu pihak dan kewajiban dipihak lain, Sedangkan manusia dalam menjalankan hak dan kewajiban secara alamiah selalu berhadapan dengan permasalahan dan menimbulkan akibat-akibat hukum bahkan sangat mungkin terjadi persengketaan, yang penyelesaiannya tentu tidak boleh seenaknya sendiri. Namun sekali lagi kita sebagai warga negara yang baik tidak boleh pilih-pilih pemerintahan dalam penegakkan syari’ah kalau memang pemerintah sudah terpilih. Ingatlah kepada Allah yang telah menyuruh kita dalam firmannya:
أطيعواالله واطيعواالرسول واولي الامر منكم فان تنازعتم في شيئ فردواه الىالله والرسول
Hadiri Yang di Mulyakan Allah.
Kemudian bagaimanakah dengan syari’at Islam yang belum direspon oleh pemerintah?
Tentu ini adalah merupakan kewajiban yang melekat bagi setiap pribadi ummat muslimim baik yang ada didalam pemerintahan maupun diluar pemerintahan, baik yang ada dipartai Islam maupun bukan partai Islam untuk senantiasa memperjuangkan tegaknya syari’at. Segala usaha kita tentu harus menghasilkan sikap dan tekad untuk mengubah keadaan. Dan ini suatu kewajiban luhur, demi kebaikan islam dan kaum muslimin. Rasul SAW bersabda:
مَنْ اَصْبَحَ وَلَمْ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ المُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
“Barang siapa bangun di pagi harinya kemudian tidak ikut memperhatikan urusan kaum muslimin maka tidak termasuk golongan mereka ( HR. Al hakim dari Ibnu Mas’ud dalam jami’us shagir as Suyuthi).
Perjuangan untuk mengubah keadaan yang sangat memprihatinkan ini menuju keadaan Islami yang diridlai Allah tak bisa ditawar-tawar lagi. Lebih-lebih Rasulullah SAW memberikan warning kepada kita semua, sebagaimana sabda Beliau.
ان الله لايعذب العامة بعمل الخاصة حتى تكون العامة تستطيع ان تغير على الخاصة, فاذا لم تغيرالعامة على الخاصة, عذب الله العامة والخاصة
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengadzab semua orang karena amal kejahatan seseorang, hingga mereka mampu untuk merubah amal kejahatan seseorang tersebut, Maka jika mayoritas tidak mampu merubah amal kejahatan seseorang, maka Allah mengadzab baik umat secara keseluruhan maupun yang melakukan kejahatan.”
الله اكبر الله اكبر الله اكبر
HADIRIN KAUM MUSLIMIN YANG DIMULIAKAN ALLAH
Dewasa ini – dalam kontek idul adha – kita umat Islam “hanya” diminta untuk beribadat peyembelihan hewan kurban . Makna ritualnya jelas, oleh karena itu jumhur ulama menghukumi sunnah muakkadah dan makruh meninggalkannya bagi orang yang mampu, Sedangkan Imam Abu Hanifah menghukumi wajib setahun sekali bagi orang yang mampu. Adapun makna simboliknya atau makna sosialnya disamping untuk kemaslahan dan kesejahteraan ummat juga memberikan isyarat behavioral agar kita mampu mengeliminasi dan menumbangkan nafsu hayawaniah yang acap kali masih melekat pada diri kita sebagai manusia yang disebut juga sebagai hayawaanun natiq. Manusia jelas-jelas lebih tinggi derajatnya dari pada hewan, namun tidak jarang justru manusia merosot derajatnya lebih rendah dari pada hewan lantaran perilaku kita. Manusia dan hewan jelas berbeda martabat. Hewan hanya di karunia insting naluri atau gharizah, manusia juga diberi indra, mereka juga sedikit diberi intelegensia – namun manusia lebih dari itu ! manusia diberi hidayah dari allah : instink, panca indra intelegensia dan rasio, intuisi (kini popular suatu bentuk keputusan yang diambil dari intuisi: Expert judgement with good intuitive) dan yang paling tinggi adalah hidayah agama! Apakah kita siap untuk menyampakkan nafsu hayawaniyah yang berderajat rendah untuk menuju keketinggian derajat manusia sebagai insan kamil, Kholifatulloh fil ardl?
Itulah antara lain nilai yang seharusnya kita bisa petik dari idul adha. Dan mari kita selalu memperjuangkan Huququl islam walmuslimin dinegeri kita ini dengan menegakkan hukum yang benar-benar berlandaskan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena hukum yang berlandaskan ketuhanan pasti adil dan beradabnya. Melalui mimbar ini izinkanlah kami menitipkan kepada para penguasa baik yang berada di kabupaten Sumedang melalui DPRD, maupun kepada pemerintah pusat melalui Badan Legislasi Nasional DPR RI untuk merekontruksi peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan semangat kedaulatan bangsa kita. Dan juga khusus kami titipkan hal ini kepada Departemen Agama yang akan memperingati Hari Amal Bhaktinya yang ke 61 pada tanggal 3 Januari 2007 yang selalu secara bersama mengiringi perjuangan dan kepentingan ummat beragama khususnya umat Islam.
HADIRIN SIDANG IED YANG BERBAHAGIA
Sengaja juga saya sebut kurban dengan “U” dan bukannya korban dengan “O” oleh karena sebaiknya kita bedakan korban sebagai victim dengan kurban sebagai sacrifice. Korban lebih berkonotasi kepada penderitaan, akan tetapi kurban memiliki konotasi pendekatan kepada sang Maha Pencipta (Taqarrub Ilalloh).
Peristiwa lain yang ada koneksitas tinggi dengan iedul adha adalah pelaksanaan ibadah haji yang saat ini insya Allah seluruh jama’ah sudah selesai menunaikan jantung dari ibadah haji yakni wukuf di padang arafah sebagaimana sabda Rasulullah: al Hajju ‘arafah. Mari kita secara tulus mendoakan saudara kita yang berangkat agar benar mendapatkan haj mabrur. Kita punya banyak kepentingan dengan haj mabrur ini , insya Allah kita akan mendapatkan imbas positif dengan kehadiran haj mabrur ini. Haj mabrur sudah dilatih untuk melaksanakan cegahan munculnya penyakit masyarakat: la rafats, la fusuq.dan la jidaal fil hajj. Haj mabrur ini tentunya akan mudah mengamalkan berbagai macam kebajikan (al birr) sebagaimana dituliskan dalam mushap al-Qur’an surat al-baqarah 177. Haj Mabrur ini sudah barang tentu memiliki impressi dan wawasan yang lebih lengkap tentang indahnya perilaku yang mencerminkan essensi ajaran agama islam yaitu egaliter dan universalisme yang dibungkus dengan kenyamanan ukhuwah islamiyah dan ukhuwah basyariyah. Semua sama yang membedakan adalah kadar ketaqwaan kepada Allah Swt. Jamaah haji pastilah mempunyai pengalaman yang mendalam pada saat berkumpul di Padang arafah, seharusnya merasa tinggal di bumi yang satu, bumi yang tidak perlu terlalu tajam dipetak-petak dalam kaplingan artificial dalam bentuk apapun, manusia diminta untuk menjalankan misinya sebagai khaliifatulloh fil ardl dan sekaligus misi isti’mar, tidak perlu ada suatu kelompok yang paling berhak mendapatkan privilege dan hanya mampu membangga-banggakan kelompoknya. Manusia secara keseluruhan adalah umat yang satu dalam kenyataan memang terdapat perbedaan-perbedaan, namun sebenarnya Allah sedang menguji siapa diantara kita yang paling bagus kinerjanya (liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala) Haj mabrur tentu masih ingat ketatnya peraturan selama berihrom, antara lain tidak boleh membunuh binatang, tidak boleh mencabut sehelai rumputpun di tanah haram. Bukankah ini pelajaran penting untuk kelestarian alam dan untuk menjaga bio-diversity (keaneka ragaman hayati)? Bukankah sekarang banyak contoh bencana alam adalah karena ulah manusia yang tidak mau mengerti perntingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Apa keuntungan lain dari kehadiran Haj mabrur disekeliling kita? Betapapun haji sudah merupakan kelas tersendiri secara sosiologis, bahkan ada yang memerlukan untuk membina perkumpulan khusus para haji (dengan maksud baik tentunya!) – pada umumnya para haji di tengah-tengah masyarakat kita memang memiliki posisi ekonomi yang tidak lagi marjinal, mungkin paling tidak mereka bisa dikelompokkan dalam kelas menengah. Ini kepentingan kita! Diberbagai belahan dunia telah terbukti bahwa setiap kali terjadi perobahan dalam kehidupan sosial sampaipun hidup berbangsa dan bernegara maka peran kelas menengah ini sangat menentukan – disamping peran kelompok elit terbatasnya. Apabila kita merasa kehidupan kita selama ini terasa sumpek atau bahkan terasa makin sumpek, sudah wajar kalau kita menaruh harapan kepada kelas menengah baik secara sosial ekonomi maupun taraf pendidikannya. Insya Allah para haji akan mudah merespons firman Allah yang artinya: Sungguh Alloh tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sehingga kaum itu sendiri mengupabah kondisinya. Kiranya kita bisa titipkan “nasib” kita kepada haji-haji yang mabrur- dan sekaligus merangsang bagi kita yang belum ke tanah suci untuk meningkatkan tekad dan upaya agar bisa berangkat haji pada masa yang akan datang. Untuk apa ? agar bisa menjadi kelompok pembaharu (reformis sejati) dan bukankah rasulullah pernah bersabda:
الحج المبرور ليس الجزاء الا الجنة
Haji Mabrur tiada lagi ada ganjaran kecuali sorga.
Akhirnya, kita berharap para jama’ah haji menjadi mabrur ibadahnya, di tempat-tempat mustajab mereka berdo’a untuk dirinya, keluarganya dan seluruh kaum muslimin agar ditolong oleh Allah SWT, dimenangkan atas ummat dan bangsa lain. Semoga para pemimpin tersadar, apakah mereka yang memimpin keluarga, masyarakat, negara, pemimpin gerakan gerakan Islam, ormas, partai-partai dan semua pemuka ummat ini, pengorbanannya harus lebih baik dari ummatnya. Bukan ummatnya yang selalu menjadi korban untuk dan demi dirinya. Semoga kita dijadikan bagian dari barisan orang-orang yang rela memberi pengorbanan demi ketaatan kepada Allah SWT, menegakkan Islam dalam kehidupan nyata; dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan Negara sehingga akan meluberkan keberkahan dari langit kepada ummat manusia.
Dari Allah semuanya berawal dan berakhir, Hasbunallahu wanikmal wakil ni’mal maulaa wa ni’mannashiir, la haula wala quwwata illa billahil aliyyil ‘adzim. Aqulu qauli hadza wastaghfirullahal ‘adzim lii wa lakum

Cimalaka, 10 Dzulhijjah 1427 H
*) Khotib adalah Pimpinan Pontren Darul Qur’an Cimalaka Sumedang & Hakim Pengadilan Agama
Beberapa Adab Menyambut Kelahiran Bayi

1. Diadzani di telinga kanan
2. Di-iqomat-i di telinga kiri
3. Dibacakan Ayat kursi (QS. Al-Baqarah 255)
4. Dibacakan Ayat Inna Rabbakumullah (QS. Al-A'raf 54)

إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْ شِ
يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْ قُ
وَالأَمْرُ تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

5. Dibacakan QS Al-Ikhlas (Qulhuwallahu ahad, dst) di telinga kanan.
6. Dibacakan Muawwidzatain (dua audzu), yakni Q.S. Al-Falaq dan An-Nas
7. Dibacakan Doa:

لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَ بُّ
السَّمَوَاتِ ، وَرَبُّ الْأَرْضِ ، وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيم

8. Dilanjutkan doa Nabi Yunus (QS. Al-Anbiya' 87):

فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيكُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

9. Juga Dibacakan Inna Anzalnahu (QS Al-Qadr 1..5)
10. Dari orang tuanya Sayyidah Maryam (Q.S. Ali-Imran 36)

إنِّي أُعِيذُهَا بِك وَذُرِّيَّتَهَا مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Cara yang lain adalah:
1. Memberikan harum2an (za'faron, parfum bayi, dll) di atas kepalanya.
2. Beraqiqah (memotong kambing) pada hari ke-7
3. Urutannya adalah aqiqah, cukur rambut, dan dinamai.
4. Saat itulah nama diberikan, dan diusahakan sebagus mungkin.
5. Rambut tadi ditimbang, dan beratnya dikonversikan emas atau perak.
6. Tahnik. Para shahabat punya kebiasaan, bila bayinya telah lahir, mereka langsung membawanya ke hadapan Rasulullah SAW. Selanjutnya beliau menyuruh untuk mengambil kurma, kemudian mengunyahnya, hingga halus, lalu mengambilnya sedikit (dari dalam mulut beliau), dan menyuapkannya ke mulut bayi, dengan cara menyentuhkannya di langit-langit mulut bayi yang akan "otomatis" menghisapnya. Di sini akan masuk 2 hal, yakni glukosa (karbohidrat) untuk kekuatan fisik dan ludah Rasulullah SAW yang membawa berkah. Sunnah ini dilanjutkan oleh ummat Islam, dengan mentahnikkan bayinya kepada para ulama.
RANGKAIAN DO'A PADA SA'AT BERWUDHU

Wudlu dimulai dengan bacaan:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ المَاءَ طَهُوْرًا
(sambil mencuci dua telepak tangan)
Ketika berkumur-kumur (Madhmadhoh) :
اَللَّهُمَّ اْسقِنِيْ مِنْ حَوْضِكَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَأسًا لَا أَظْمَأَ أَبَدًا
Pada saat menyedot air ke hidung (Istinsyak)
اَللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنِيْ رَائِحَةَ نَعِيْمِكَ وَجَنَّاتِكَ
Ketika membasuh muka
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدّ ُوُجُوْهٌ
Ketika membasuh kedua tangan:
اَللَّهُمَّ أَعْطِنِيْ كِتَابِي بِيَمِيْنِيْ اَللَّهُمَّ لا َ تُعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِشِمَالِيْ
Ketika menyapu rambut
اَللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ وَأَظِلْنِيْ تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِكَ يَوْمَ لا َظِلَّ اِلاَّ ظِلُّكَ
Ketika mengusap dua telinga
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ وَ يَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
Ketika membasuh kedua kaki:
اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِيْ عَلَى الصِّرَاطِ

DO'A SETELAH BERWUDHU *)

أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهٌ لاَ شَرِيْكَ لَهٌ وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهٌ وَرَسُوْلُه, أَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ المُتَطَهِّرِيْنَ سُبْحَانَكَ أَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.
*) Disunahkan pula membacanya setelah tayammum atau mandi

Do'a-doa tersebut diambil dari kitab: al-Adzkar al-Nawawiyyah hal. 23-24 (al Imam Muhyiddin Abi Zakariyya bin Yahya bin Syarf al-Nawawi al-Damsyiqi)
DO'A MENGUBURKAN MAYIT

Ketika mayit dikuburkan disunnahkan membaca do'a berikut ini:

بسم الله الحمن الرحيم وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم اللهم افتح أبواب السماء لروحه واكرم نزوله ووسع مدخله ووسع له في قبره
Menurut sebagian keterangan cukup dengan kalimat do'a:
بسم الله وعلى ملة رسول الله
Dan Selanjutnya disunnahkan mengambil tanah galian kuburan dengan membaca surat al-Qadr: 7 X
Kemudian menambahkannnya dengan membuat 3 tuangan (bulatan) tanah dengan do'a-do'a sebagai berikut:

Pada tuangan tanah yang pertama dibaca do'a:
منها خلقناكم اللهم افتح أبواب السماء لروحه
Pada tuangan tanah yang kedua dibaca do'a:
وفيها نعيدكم اللهم جاف الأرض عن جنبيه
Pada tuangan tanah yang ketiga dibaca do'a:
ومنها نخرجكم تارة أخرى اللهم لقنه حجته
Faidah do'a-doa tersebut menurut Ibnu Munabbah akan menghilangkan siksa kubur selama 40 tahun dan membebaskan mayit dari siksa kubur

Do'a ini dinukilkan oleh al-faqir Drs. Cecep Parhan Mubarok, MH dari kitab Bughyah al-Mustarsyidin karangan al-Sayyid 'Abd al-Rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar. Hal 95-96.

Rabu, 18 Juni 2008

Khutbah 'Idul Fitri 1428

DI MESJID AGUNG KAB. SUMEDANG

MERAIH TIGA GELAR "KESARJANAAN"
DARI UNIVERSITAS TERPADU



Oleh:
Drs.CECEP PARHAN MUBAROK, M.H
Pimpinan Pontren Darul Qur’an Cimalaka
Hakim Peradilan Agama


KHUTBAH IDUL FITRI 1428 H
MERAIH TIGA GELAR "KESARJANAAN"
DARI UNIVERSITAS TERPADU
Oleh: Cecep Parhan Mubarok


اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ,
اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, وَ ِللهِ الْحَمْد.ُ
اللهُ أكبر عَدَدَ مَا أَفَاضَ وَأَنَْعَمَ، الله أكبر ، مَا تَوَالَتَ الْعَطَايَا وَالنِّعَمُ ،
اللهُ أكبر ، عَدَدَ مَا تَفَضَّلَ وَتَكَرَّم, الله أكبر ، عَدَدَ مَنْ شَكَرَ وَأَكْرَمَ،اللهُُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ، لاَ اِلَهَ إِلاَ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ،
اَللهُ أَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَمَدَّ أَوْلِيَاءَهُ بِالتَّوْفِيْق، وَأَلْهَمَهُمْ كَلِمَةَ الْحَقِّ وَالتَّصْدِيْقِ ، وَأَرْشَدَهُمْ إِلَى أَوْضَحِ مَحَبَّةٍ وَطَرِيْقٍ، وَجَعَلَهُمْ بِرَحْمَتِهِ خَيْرَ أُمَّةٍ وَفَرِيْقٍ ، أَحْمَدُهُ عَلَى النِّعْمَةِ الَّتِى بِهَا حَبَانَا ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى الْمِلَّةِ الَّتِى إِلَيْهَا هَدَانَا، أَشْهَدُ أَنْ َلاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ َلاشَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ .

أَمَا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله، اِِتَّقُواالله،َ وَأُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Allahuakbar 3X, walillahilhamd
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah yang banyak, salah satunya adalah nikmat Iman dan Islam sehingga bisa kita nikmati ibadah Ramadhan yang baru saja kita lewati dan ibadah shalat Idul Fitri pada pagi ini. Semoga apa yang kita laksanakan selalu mendapat ridha dari Allah Swt, amin.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad Saw, kepada keluarga, sahabat dan para penerusnya hingga hari akhir nanti.
Berakhirnya bulan Ramadhan kemarin sore membuat pada jiwa kita muncul dua perasaan sekaligus yakni sedih dan gembira. Kita sedih karena Ramadhan terasa begitu cepat berlalu, padahal belum banyak rasanya amal shalih yang seharusnya kita lakukan. Sedangkan tahun depan belum tentu Ramadhan bisa kita masuki kembali, bukan karena dia tidak akan datang lagi, tapi persoalannya belum tentu usia kita sampai pada Ramadhan tahun yang akan datang. Atau kalaupun kita sampai pada Ramadhan yang akan datang tentu memontumnya akan lain dengan yang telah kita lewati saat sekarang.
Meskipun demikian kita juga gembira karena dengan ibadah Ramadhan yang kita laksanakan, ada harapan besar yang bisa kita raih, yakni ampunan dosa dari Allah (Ghufira lahu ma taqaddama min dzambih) dan dikembalikan kita seperti saat baru dilahirkan dari rahim sang bunda tercinta (Kayauma waladathu ummuh) sehingga bukan hanya dosa terhapus, tapi kita kembali kepada kebeningan hati nurani kita (fitrah) dengan memiliki tauhid atau aqidah yang mantap, yang pada gilirannya menempatkan kita dalam derajat Muttaqien sebagai gelar yang tertinggi yang diberikan oleh sang khalik Allah ‘Azza wa Jalla kepada orang yang diterima dan lulus menyelesaikan tarbiyah Ramadhan.
Pada pagi ini, kita pun bertekad untuk memanfaatkan sisa waktu dalam kehidupan ini untuk mempertahankan dan sekaligus meningkatkan ketaqwaan dan pengabdian kita kepada Allah Swt, hari ini 1 Syawal yang memiliki makna peningkatan merupakan start atau saat memulai kembali langkah-langkah peningkatan itu.

Allahu Akbar 3X Walillaahilhamdu.
Jamaah Shalat Ied Rahimakumullah.
Ibadah Ramadhan yang baru saja kita lewati pada hakikatnya adalah tarbiyah untuk imaniyah (pembinaan iman) agar keimanan itu menjelma menjadi ketaqwaan kepada Allah Swt, karenanya bulan Ramadhan sering disebut sebagai syahru al-riyadhah (bulan latihan). Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili seorang guru besar fi Kulliyatissyari’ah Universitas Damaskus Syiria dalam kitabnya al-fiqhul Islmi wa adillatuh menyebut Ramadhan sebagai Madrasah khalqiyah Kubra (Sekolah pembinaan karakter yang sangat besar), Dr. Syeh Yusuf al-Qardhawi menamainya sebagai Madrasah Mutamayyizah (Sekolah Pavorit), dan di sini khatib mempunyai asumsi bahwa Ramadhan adalah Al-Jami’ah al-Mutakamilah al-Syumuliyah yaitu Suatu Univertas Unggulan yang Terpadu. Kenapa Demikian?
Karena Ramadhan dengan berbagai muatan kurikulum dan silabusnya dapat meluluskan manusia-manusia yang unggul (exelen) dengan menyandang gelar kesarjanaan yang langsung diberikan oleh Maha Rektor yaitu Allah Azza wa ‘Alla. Adapun Gelar-gelar itu diantaranya adalah al-Maghfuuriin pada Strata Pertama (S1), al-‘Aidiin wal faizin pada Strata Kedua (S2), al-Muttaqien pada Strata yang ketiga (S3).
Hadirin Sidang ‘Ied Yang dimulyakan Allah
Gelar-gelar dalam strata-strata yang telah disebutkan tadi adalah gelar yang secara explisit maupun implisit disebut dalam al-Qur’an dan Hadits Rasulullah.
Yang Pertama: Gelar Al-Maghfuriin adalah gelar bagi orang-orang yang mendapat ampunan Allah dari dosa-dosanya yang telah lalu karena telah melaksanakan ibadah puasa dan Taraweh serta amaliyah-amaliyah lainya dengan baik dan benar. Rasulullah Saw bersabda dalam dua redaksi hadits berikut ini:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
Artinya: Barang siapa yang puasa di bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridha Allah, maka pasti akan diampuni dosanya yang telah lalu.
Kemudian Hadits Rasul yang berbunyi:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ اِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
Artinya: Barang siapa yang qiyam (shalat taraweh, memperbanyak shalat malam, membaca al-Qur’an) di bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridha Allah, maka pasti akan diampuni dosanya yang telah lalu.

Dari dua hadits ini dapat dipahami dengan jelas bahwa secara ideal dan bukan rekayasa untuk meluluskan sarjana dengan gelar yang disandang al-Maghfuuriin maka seseorang haruslah melaksanakan puasa yang ideal pula, dimana disamping harus sesuai dengang rukun dan syaratnya secara Syar’i/fiqhi juga melaksanakannya dengan penuh keikhlasan atas landasan panggilan iman dan mengharapkan ridha Allah semata. Dengan kata lain puasanya juga harus dihiasi oleh akhlak yang baik dan hati yang tulus tidak dikotori oleh keyakinan keyakinan yang dapat merusak ibadahnya. Sebab berkenaan dengan rusaknya puasa kita telah diantisipasi dengan peringatan Rasulullah melalui haditsnya:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلَّا الجُوْعُ وَالعَطْسُ
Banyak orang yang berpuasa, tetapi dengan puasanya tidak mendapat apa-apa kecuali hanya mendapatkan lapar dan dahaga.

Kedua adalah Gelar al-‘Aidin. Gelar ini adalah gelar yang biasa menjadi ungkapan do’a orang-orang yang merayakan ‘iedul fitri (lebaran) seperti saat ini, tentu diucapkan kepada orang yang telah melaksanakan ibadah puasa sebagai ikhtiar bathiniyah setelah melaksakanan ikhtiyar lahiriyah berupa ibadah puasa itu sendiri. Do’a itu antara lain terungkap dalam jumlah du’aiyyah sebagai berikut:
تقبل الله منا ومنكم صيامنا وصيامكم وجعلنا من العا ئدين والفائزين
“Semoga Allah menerima ibadah puasa kita dan ibadah puasa kalian, dan mudah-mudahan Allah menjadikan kita dari golangan orang orang yang kembali kepada kesucian dan orang-orang yang mendapat kebahagian”.
Dari redaksi jumlah du’aiyyah yang teruntai indah tadi, kita mendapati kata al-‘Aidin artinya adalah orang yang kembali kepada kesucian. Sesungguhnya secara redaksional ujung dari do’a tersebut yaitu: وجعلنا من العا ئدين والفائزين tidak didapatkan secara ma’tsurah dari Rasulullah Saw, akan tetapi secara tersirat (implisit) semangat do’a tersebut adalah merupakan ekspresi dari cita-cita luhur sebuah gelar yang ideal dari hadits Rasulullah Saw yang menyatakan:
Bahwa orang yang berpuasa akan terlahir seperti hari dimana ia baru dilahirkan dari kandungan ibundanya. Yang kemudian perayaan 1 syawwal disebut dengan ‘Iedul Fitri dan kita mengawali perayaan ini dengan niat melaksanakan shalat ‘idul fitri seperti yang telah kita laksanakan tadi. Sehingga do’a tadi bersesuailah dengan hadits dan situasi pada saat ini.
Dari sini jelaslah bahwa gelar al-‘Aidiin adalah gelar bagi orang-orang yang lulus dengan puasanya dari cengkraman dan belenggu hawanafsu yang melingkupinya dan ia berhasil memeranginya keluar dari pemikiran-pemikiran kotor/jahat yang mengkrangkengnya, sehingga ia kembali kepada kejernihan hati dan jiwa. yang digambarkan oleh hadits Rasullah seperti bayi yang baru lahir dari kandungan perut ibundanya. Demikian pula Allah Swt mensinyalir orang-orang yang suci ini seperti dalam firmannya surat al-Syamsi: 9-10
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
Artinya sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Hadirin Yang dimulyakan Allah
Kenapa orang yang telah berhasil menyelesaikan puasanya dengan baik dan benar diibaratkan bayi yang baru lahir?
Mari perhatikan karakter dan sifat dari bayi.
1. Bayi selalu bersikap jujur, kalau dia merasa sakit maka dia menangis tanpa pura-pura, kalau dia berbahagia maka senyum yang diberikannya adalah senyum yang tulus
2. Bayi itu tak kenal putus asa selalu optimis dan berusaha untuk maju, kendatipun telah mengalami kegagalan. Hal ini bisa dilihat pada karakter bayi ketika ia sedang belajar berjalan walaupun dia terjatuh bahkan bonyok sekalipun ia tidak kapok untuk terus melakukan sampai benar-benar ia dapat berjalan dengan lancar.
3. Bayi selalu menatap ke depan, bahkan ia tidak menghiraukan apa yang terjadi dibelakangnya. Ini adalah perlambang bahwa seseorang yang memiliki kesucian jiwa selalu husnudzdzan berbaik sangka dan menggapai peluang /prospek yang lebih baik.
4. Bayi mempunyai keingintahuan yang sangat tinggi, semua panca indranya difungsikan dengan untuk mengenal dan mengetahui segala sesuatu yang ada disekitarnya.
Gelar yang Ketiga adalah Muttaqien, ini adalah Gelar atau predikat yang tertinggi yang diperoleh oleh orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dan melengkapinya dengan amaliyah – amaliyah yang lainnya sehinggga membentuk kesempurnaan secara evolusi pada bulan-bulan setelah Ramadhan, hal ini ditunjukan dengan shigat fi’il mudhari’lil hal wal mustaqbal (bentuk kata kerja sekarang dan akan datang) sebagaimana firman-Nya:
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْن
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS 2:183).
Ibadah puasa yang telah diwajibkan kepada kita tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan satu kesatuan dari rukun iman dan rukun Islam. Puasa harus didahului dengan tujuan atau niat supaya tidak mendapatkan kesia-siaan. Tujuan puasa adalah pengendalian diri untuk menjaga fitrah kesucian jiwa dan kejernihan hati serta sekaligus untuk menghentikan segala bentuk penghambaan selain kepada Allah yang Maha Esa. Allah berfirman dalam hadits qudsi :
الصوم لي وانا أجربه
Puasa itu adalah milik-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.
Hadirin Yang dimulyakan Allah.
Izinkanlah saya memberikan pemaknaan yang lain dari hadits qudsi di atas. Bahwa kata الصوم لي (puasa adalah milik-Ku) maksudnya puasa adalah kebiasaan dan amalan Allah karena Allah tidak makan, tidak minum dan tidak beristri. Maka apabila orang melaksanakan kebiasaan-Ku kata Allah dengan kurikulum dan metode yang telah ditetapkan oleh-Ku. انا أجربه Maka Aku akan menerima dan meluluskan pada pencapaian suatu keberhasilan yang sesungguhnya. Yaitu Predikat/Gelar Muttaqien. Karena Muttaqien adalah yang paling mulia (Istimewa) dalam pandangan-Ku. Allah berfirman dalam Surat al-Hujurat : 13
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Hadirin Rahamikumullah
Selanjutnya apakah kurikulum ilahiyyah yang telah Allah gariskan dalam pelaksanaan puasa itu?
Pertama: Bidang pengembangan disiplin. Seperti diantarnya kita harus tepat waktu memulai berpuasa, demikian pula ketika mengakhiri dengan berbuka berpuasa.
Kedua: Bidang Pengembangan Kecerdesaan emosi. Orang yang berpuasa dilatih untuk mengendalikan suasana hati, menahan nafsu amarah tidak boleh berselisih dan bertengkar. Suasana hati bisa sangat berkuasa atas wawasan, pikiran, dan tindakan seseorang. Bila sedang marah kita paling mudah untuk mengingat hal-hal atau kejadian-kejadian yang memunculkan dendam, mudah tersinggung, dan mencari-cari alasan logis sebagai pembenaran dan rasionalisasi penumpahan kebencian. Puasa adalah suatu pelatihan untuk menolak serta menyingkirkan pikiran jahat seperti ini, agar bisa tetap berpikir jernih dan bertindak secara positif dan produktif.
Ketiga: Bidang pengembangan Sosial dan Philanthrophy. Puasa memotifasi orang yang yang melaksankannya untuk mempunyai kepedulian sosial kepada sesamanya.. Ketika kita merasakan lapar dan dahaga maka kita teringat bagaimana rasa lapar dan haus pada hari kiamat, sehingga memotifasi kita bersedekah kaum fuqara dan masakin, selainkan kita juga diwajibkan untuk mengakhiri puasa kita dengan zakat fitrah. Amaliyah sunnah lain juga oleh Rasulullah dianjurkan untuk memberikan makanan sekeder berbuka puasa.
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرُ أَنَّهُ لَا يُنْقَصُ مِنْ أَجْرِ صَائِمٍ شَيْئٌ
Barang siapa yang memberikan makanan buka puasa kepada orang yang puasa, maka baginya pahala yang sama dengan tidak kurang sesuatupun pahala orang yang melaksanakan puasa.
Keempat: Bidang pengembangan IQ (intelektual), diantaranya kita dianjurkan banyak tadarrusan Al-Quran, membaca alqur’an, menggali makna-makna dan isi kandungan Al-Qur’an. Alhamdulillah pada bulan Ramadhan syiar Al-Quran lebih meriah, sehingga Ramadhan dijuluki syahrul Quran (bulan Al-Quran). Dalam al-Qur’an banyak kalimat-kalimat أفلا تعقلون- لعلكم تعقلون – لعلكم تفكرون. Kalimah-kalimah ini merupakan motivasi bagi ummat islam supaya mengembangkan kemampuan intelektualnya melalui penggalian nilai-nilai ilmiyah dan isyarat-isyarat ruhaniyah. Yang pada gilirannya akan membentuk sumber daya insani muslim yang unggul spiritual dan intelektualnya.

Allahuakbar 2X, walillahilhamd
Jamaah majelis Idul Fitri rahimakumullah
Inilah dari sebahagian kecil kurikululum Ilahiyyah di Universitas Ramadhan, yang sudah tentu masih banyak lagi pengembangan kurikulum-kurikulum lainnya baik menyangkut kebutuhan jasmaniyah maupun ruhaniyah. Sehingga pantaslah pada gilirannnya Universitas Terpadu Ramadhan dapat memberikan minimal tiga gelar “kesarjanaan” sekaligus diraih dalam waktu yang relatif singkat, efektif dan efessien. Akan tetapi gelar tersebut menuntut penyandangnya untuk mengaplikasikan dan mengimplementasikannya secara konsisten dan berkesinambungan dalam mengisi dan menatap masa depan yang lebih cemerlang.
Hadirin Sidang ‘ied Rahimakumullah
Akhirnya. sebuah pertanyaan sebagai simpulan dari khutbah ini patut kita renungkan, sudahkah kita meraih gelar kesarjana itu? Atau inginkah kita meraih dan mempertahankan gelar kesarjanaan itu. Tentu saja apabila orang sudah memahami dan menyadari pentingnya tujuan ibadah puasa, niscaya dia akan merindukan kembali datangnya bulan Ramadhan.
Mengakhiri khutbah ini saya sampaikan firman Allah dalam sebuah hadits qudsi yang artinya:
Seorang hamba akan mendekatkan diri kepadaku, hingga aku mencintainya, dan bila aku mencintainya, Ia menjadikan pendengaranku yang digunakannya untuk mendengar, penglihatanku yang digunakannya untuk melihat, tangan-Ku yang digunakannya untuk bertindak, serta kaki-Ku yang digunakannya untuk berjalan.
Ya Allah,pagi ini Engkau saksikan ummat yang biasanya bercerai berai berpadu memuji keagungan-Mu. Pagi ini, ummat yang biasanya melupakan-Mu, datang bersimpuh dihadapan-Mu, Pagi ini, ummat yang sering mengabaikan firman-Mu, berusaha untuk kembali kepada-Mu. Ya Allah inilah hamba-hamba-Mu yang lemah, yang terseret hawa nafsu, yang diperbudak dunia, yang bergelimang dosa, berserah diripada-Mu. Terserah pada-Mu jua,Ya Allah, apakah engkau terima pengakuan dosa kami atau engkau timpakan murka-Mu pada kami. Ya Gaffur Ya Rahiim. Ampuni dan sayangi kami, orang tua kami, para pemimpin kami yang selalu tunduk dan pasrah kepada petunjuk dan syari’at-Mu

جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين اللأمنين وأدخلنا وإياكم في عباده الصالحين وقل رب اغفر وارحم وأنت أرحم الرحمين








Rabu, 28 Mei 2008

PRESTASI DARUL QUR'AN CIMALAKA SUMEDANG

PRESTASI PONDOK PESANTREN DARUL QUR’AN
TINGKAT NASIONAL:
Juara I Musabaqah Tafsiril Qur’an An. Hindun Anisah Tahun 1993 di Jakarta
Juara III Musabaqah Fahmil Qur’an An. M. Karya, Nana Supriatna dan Oming Mukromin 1994 di Pekanbaru
TINGKAT PROPINSI:
Juara I Cerdas Cermat al-Qur’an Antar Pelajar Pesantren Se Jabar tahun 1987 di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung An. Cecep Parhan Mubarok, Tamad Sirajuddin, Saefuddin Zuhri.
Juara I Musabaqah Fahmil Qur’an dalam MTQ Propinsi Jawa Barat tahun 1994 di Karawang An. M. Karya, Oming Mukromin, Sa’dullah
Juara II MTQ antar pelajar SLTP se Jabar Tahun 1987 di Bandung An. Rd. Dewi Nurul ‘Aini
Juara II Cerdas Cermat al-Qur’an dalam PORSENI Madrasah Aliyah/PGA Se-Jabar Tahun 1987 di Cerebon
Juara II Cerdas Cermat al-Qur’an dalam MTQ Propinsi Jawa Barat tahun 1988 di Bekasi An. Cecep Parhan Mubarok, Tamad Sirajuddin, Saefuddin Zuhri.
Juara II Musabaqah Hifdzil Qur’an Se Propinsi Lampung An Ulfah Sayyidatul Aminah Tahun 2002 di Lampung Selatan
Juara III Musabaqah Fahmil Qur’an dalam MTQ Propinsi Jawa Barat tahun 1993 di Cibinong Bogor An. M. Karya, Oming Mukromin, Sa’dullah
TINGKAT KABUPATEN
Juara I Musabaqah Cerdas Cermat al-Qur’an 3 tahun berturut-turut An. Cecep Parhan Mubarok Tahun 1986, 1987, 1988
Juara I MFQ Tahun 1989, 1990,1991 An. M. Syaekhu, Sohibin, dan Diding Abdul Qodir.
Juara I MFQ Tahun 1992, 1993 dan 1994 An. M. Karya, Ahmad Sodikin, Oming Mukramin.
Juara I MFQ tahun 1995 dan 1996 An. Ahmad Sodikin, Ujang Ruswana dan Solehuddin.
Juara I MSQ tahun 1988 dan 1989 An. Yayat Solahuddin, Rd. Dewi Nurul ‘Aini, Sulaiman
Juara I Qashidah Tradisional tahun 1990
Juara I Barjanzi dan Shalawat Nabi tahun 1991
Juara I MTQ tingkat Remaja tahun 1990 An. Miftahuddin
Juara Umum Lomba Adzan tahun 1990 An Miftahuddin
Juara I Lomba Pidato antar Pesantren oleh IPNU-IPPNU tahun 1990 An Sohibin
Juara I MSQ tahun 1991 dan 1992 An. Imas Masitoh dkk
Juara I MSQ tahun 1993 An. Teti dkk.
Juara I MFQ tahun 2005 An. Dani ,Yoyo, Muslihin
Juara I MFQ tahun 2006 An. Jarkasyi, Dani dan Yanto
Juara I MSQ tahun 2006 An. Ela, Aceng dan Risma
Juara I MSQ tahun 2007 An. Ela, Aceng dan Risma
Juara II Lomba Pidato antar siswa SMTA tahun 1987 An. Cecep Parhan Mubarok
JJuara II MTQ tahun 1990 An. Miftahuddin
Juara II MTQ tingkar Remaja Pa Tahun 1989 An. Sulaiman
Juara II MTQ tingkar Remaja Pi Tahun 1989 An. Eneng Teti Sarifah
Juara II MTQ tingkar Remaja Pa Tahun 1991 An. Didin
Juara II MTQ tingkar Remaja Pi Tahun 1989 An. Eni Nur’aini
Juara I Pencak Silat An. R. Dzihni Jawahir Labib dkk.
Juara III Musabaqah Murattalil Qur’an 2007 An. R. Dzihni Jawahir Labib

Senin, 14 April 2008

Artikel Darul Qur'an


MENCARI BONUS DARI CALON PEMIMPIN
Cecep Parhan Mubarok
(Pimpinan Pontren Darul Qur’an Sumedang)
Alumnus Fak. Syari’ah UIN Bandung & Pasca Sarjana Ilmu Hukum UNISBA

Maraknya persiapan dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di seluruh wilayah Republik Indonesia, baik untuk memilih gubernur, bupati ataupun wali kota sedikit banyak telah mempengaruhi ekspresi politik di tengah-tengah masyarakat dari yang santun kepada yang radikal, dari yang bersifat idiologis sampai kepada yang pragmatis
Ekspresi politik yang kini sedang mewabah di tengah masyarakat yaitu kebiasaan bagi-bagi “bonus” oleh calon kepala daerah atau meminta bonus dari calon kepala daerah. Hal ini kemudian menjurus kepada prilaku money politic, yang sangat jelas telah dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Upaya-upaya untuk mencari atau mendapatkan “bonus” telah dilakukan dengan berbagai cara oleh masyarakat dari yang sembunyi-sembunyi sampai dengan yang sangat pulgar, terkadang sangat risih dilihatnya. Masih wajar apabila hal itu dilakukan oleh masyarakat awam akan tetapi sebagian dari kalangan elit terdidik, pimpinan organisasi, ulama, akademisi, cendekiawan yang seharusnya memberikan pendidikan politik yang baik, ikut larut dalam kebiasaan tersebut.
Istilah “bonus” dalam ungkapan di atas sangat berkonotasi jelek, radikal dan sangat pragmatis dalam etika berpolitik. Bonus dalam format calon pemimpin masa depan seharusnya dipahami sebagai nilai plus dari suatu kebaikan pribadi pemimpin atau calon pemimpin yang parameternya tentu bukan uang, atau janji-janji gombal dalam kampanye calon pemimpin. Islam menyebut bonus sebagai “nafilah” (tambahan istimewa), oleh karena itu ketika muslim menambahi shalat fardlu dengan shalat sunnah menyebutnya shalat nafilah (Q.S al-Isra: 79) yang dilakukan dengan suka rela dan penuh keikhlasan. Berbeda halnya dengan bonus uang yang diberikan oleh calon pemimpin. Benarkah ikhlas? Rasa-rasanya terlalu naip dan bodoh kita apabila menyebutnya sebagai orang yang baik (dermawan), bahkan layak dijustifikasi perbuatan tersebut sebagai risywah (sogok) alias money politik, dan yang layak diberikan kepadanya paling tidak hukuman dari masyarakat pemilih untuk tidak menjadikanya sebagai pemimpin.
Banyak doktrin atau ajaran yang mesti kita pegangi dalam rangka mencari nilai tambah dari calon pemimpin, baik yang bersumber dari nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia maupun dari ajaran agama yang hidup di negeri ini, yang tentu satu sama lain saling melengkapi dan tidak ada pertentangannya. Misalnya agama Islam yang sangat kaya dengan spiritualitas politiknya. Politik (siyasah) bukan hanya sekedar aktifitas kemasyarakatan (mu’amalah ijtima’iyyah) yang hukumnya fardlu kifayah atau sunah yang harus diikuti, tetapi lebih jauh dari itu keikutsertaan orang islam dalam menentukan masa depan bangsa termasuk menentukan pemimpinnya merupakan ibadah. Sehingga jelas parameternya bukan materi yang hanya sesaat, apalagi dibumbui dengan kecurangan dan pembodohan terhadap masyarakat, padahal justru seharusnya mereka kelak harus dicerdaskan oleh calon pemimpin itu.
Bonus Istimewa (nafilah) yang patut dicermati dari calon pemimpin adalah sebagaimana yang telah Allah berikan kepada para utusanya. Hal ini terungkap dalam beberapa ayat al-Qur’an diantaranya surat al-anbiya ayat 72-73, dimana Allah memberikan tambahan istimewa kepada Ibrahim selain diberi nabi Ismail, juga diberi Ishak dan Ya’kub, yang kemudian mereka dijadikan oleh Nya sebagai pemimpin yang shalih yaitu orang-orang yang dikaruniai keistimewaan-keistimewaan sebagai berikut:
1. Mereka selalu ingin menuntun umat yang dipimpinnya atas dasar perintah Allah (yahduuna biamrina). Kemampuan dari calon pemimpin untuk menuntun ummatnya jelas sangat memerlukan kecerdasan (fathanah), kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Ia adalah sosok calon pemimpin yang akan benar-benar menjalankan kepercayaan yang diembannya (amanah), yang bukan hanya basa basi politik, melainkan secara nyata terimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya (shiddiq), dapat menjadi panutan yang baik (qudwah hasanah) bagi orang yang dipimpinnya, sebagaimana terbaca dalam filosofi kepemimpinan bangsa kita yaitu ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
2. Misi yang dijalankan mereka adalah selalu mengajak dan membuka peluang (tabligh) untuk mengerjakan kebaikan (fi’l al-khairaat) serta mempunyai kemampuan menutup rapat-rapat pintu kemaksiatan. Dengan kekuasaan yang ada ditangannya, ia mampu menegakan keadilan dan kebenaran, melindungi dan mengayomi hak-hak dasar orang yang dipimpinnya.
3. Mendirikan shalat (iqamat al-shalah) atau sembahyang bagi non muslim adalah identitas keimanan dan ketaqwaan dalam keberagamaannya, jauh dari kesombongan dan keangkuhan dalam kepemipinannya, tidak otoriter dan demokratis. Hikmah dari ketaatannya dalam melaksanakan ibadah shalat mampu untuk menebarkan kedamaian di tengah-tengah ummat yang dipimpinnya. Mampu menyerukan yang makruf dan mempunyai kekuatan dalam mencegah kemungkaran, karena hidupnya selalu dilindungi dan diterangi oleh sinar Tuhannya.
4. Memberikan zakat (ita’al-zakah), merupakan cerminan potensi kedermawanan, kepedulian (pilantropi) dari calon pemimpin untuk mampu memberikan kesejahtraan kepada wong cilik atau orang yang dipimpinnya kelak, disamping tentu membuka spirit untuk membuka peluang usaha (enterprenershif) dan kemandirian kepada rakyaknya, sehingga kemiskinan, kebodohan dan kekufuran mampu diantisifasinya. Berbeda halnya dengan bonus materi yang diberikan calon pemimpin secara tiba-tiba pada saat ia memperkenalkan diri sebagai calon kepala daerah nyaris mengundang bentuk perjudian baru dan berpotensi terjerumus kekufuran dan kemiskinan.

Keistimewaan seorang pemimpin yang demikian, niscaya ia adalah seorang pengabdi yang benar-benar tulus (kanuu lana ‘abidin), tanpa pamrih dan jelas tidak akan terbebani oleh ongkos-ongkos politik yang bermilyar-milyar rupiah yang telah ia keluarkan, insya Allah terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu marilah kita maju lebih cerdas dan cermat dalam mencari pemimpin untuk masa kini dan masa yang akan datang yang benar-benar dapat memberikan bonus istemewa seperti yang telah digambarkan dalam firman Allah swt. diatas.

Jumat, 04 April 2008

Penerimaan Santri Baru

MTs Terpadu Darul Qur'an Cimalaka Sumedang

Telah dibuka pendaftaran santri baru mulai tanggal Mulai tanggal 1 April - 15 Juni 2008

Gratis Uang Pangkal, Uang Bangunan, dan SPP.


Persyaratan:
Mengisi Formulir
Lulusan SD/MI maksimal usia 15 tahun
Membawa ijazah/Keterangan sedang duduk di kelas IV SD/MI
Photo copy Akte Kelahiran 1 lembar
Pas Photo hitam putih 3x4 3 lembar
Sanggup untuk tinggal di Asrama Pontren Darul Qur'an dengan sistem belajar Full Day
Membayar uang makan dan layanan daya dan jasa Asrama Rp 185.ooo,- (seratus delapan puluh lima ribu rupiah) per bulan dengan 2 kali makan sehari.
TERSEDIA PULA PROGRAM:
Takhassus Diniyah (Kajian kitab-Kitab Salafi/Khalaf) untuk minimal usia 12 tahun
Majelis Ta'lim dan Dzikir setiap malam jum'at dan Kuliah Shubuh untuk umum
Madrasah Diniyah/TPA bagi anak TK, SD, SMP


Tempat Pendaftaran:
Sekretariat Pontren Darul Qur'an di Jln. Jurusan Tanjung Kerta Km.0.050. Perapatan Cimalaka Sumedang (dekat dengan Alun-Alun Kec. Cimalaka)

Untuk konfirmasi layanan dapat menghubungi:
Tlp. (0261) 203653 Hp. 081394769555
email :
cecepparhan@gmail.com