SELAMAT DATANG DI BLOG PONTREN DARUL QUR'AN CIMALAKA

KAMI SENANG ANDA DAPAT BERSILATURAHMI MELALUI BLOG KAMI 

VOKAL GROUP 'ARABI SANTRI DQ

VOKAL GROUP 'ARABI SANTRI DQ

MENERIMA SANTRI+SISWA BARU

TELAH DI BUKA PENDAFTARAN SANTRI-MURID BARU PONTREN DARUL QUR'AN TAHUN AJARAN 2012-2013 UNTUK PROGRAM: MTs TERPADU DQ + NYANTRI; NYANTRI + SEKOLAH FORMAL DI LUAR PONTREN; PAUD-TK ISLAM PLUS; DINIYAH TAKMILIYAH

Kamis, 14 Januari 2010

Sujud Sahwi, Syukur dan Tilawah

Sujud Sahwi, Sujud Syukur dan Sujud Tilawah
SUJUD SAHWI.
Sujud Sahwi adalah sujud karena lupa, maksudnya: sujud dua kali karena terlupa salah satu rukun shalat, baik kelebihan maupun kekurangan dalam melaksanakannya.
Dari Abdullah bin Buhainah Al-Asdiy bahwasannya Rasulullah SAW pernah bangkit berdiri dalam shalat Dhuhur padahal mestinya duduk (attahiyyat awwal), maka setelah selesai shalat, dalam keadaan duduk sebelum salam beliau bersujud dua kali, dan beliau bertakbir pada tiap-tiap sujud dan para makmum juga mengerjakan sebagaimana yang dikerjakan beliau untuk mengganti duduk (attahiyyat) yang terlupa itu". [HR. Muslim 1 : 399].
Telah berkata Abu Hurairah, Rasulullah SAW pernah shalat 'Ashar menjadi imam bagi kami, lalu beliau salam setelah 2 raka'at, maka berdirilah (seorang shahabat yang panggilannya) Dzul-yadain dan bertanya: "Ya Rasulullah ! Apakah shalat ini diqashar atau engkau lupa ?" Rasulullah SAW menjawab, "Semua itu tidak terjadi". Dia berkata : "Ya Rasulullah ! salah satu dari (dua) itu telah terjadi". Lalu Rasulullah SAW menghadap kepada para shahabat sambil bertanya, "Benarkah Dzulyadain ?". Jawab para sahahabat, "Betul, ya Rasulullah". Kemudian Rasulullah SAW menyempurnakan shalat yang kurang itu, lalu sujud dua kali dengan duduk sesudah salam. [HR. Muslim 1 : 404]
Dari ‘Imran bin Hushain bahwasanya Rasulullah SAW pernah shalat 'Ashar lalu salam pada raka'at ketiga, kemudian beliau masuk ke rumahnya. Maka seorang shahabat yang bernama Khirbaq (yang panjang dua tangannya) memanggil Rasulullah SAW sambil menceritakan kejadian itu, maka Rasulullah SAW keluar dengan marah sambil menyeret selendangnya hingga sampai kepada orang banyak lalu bertanya, "Betulkah orang ini ?" Para shahabat menjawab, "Betul' Kemudian Rasulullah SAW shalat satu raka'at, lalu salam, kemudiar sujud (Sahwi) dua kali kemudian salam (lagi). [HR. Muslim 1 : 404]
Telah berkata Abdullah: Rasulullah SAW pernah shalat bersama kami lima raka'at. Setelah selesai shalat, para shahabat berbisik-bisik diantara mereka. Maka Rasulullah SAW bertanya, "Ada apa kalian ?". Mereka menjawab, "Ya Rasulullah, apakah shalat ini ditambah ?". Rasulullah SAW menjawab, "Tidak". Para shahabat berkata, "Sesungguhnya engkau telah shalat lima raka'at". Maka Nabi SAW berpaling, lalu sujud dua kali kemudian salam. [HR. Muslim 1 : 402]
Rasulullah SAW bersabda: Dan apabila seseorang diantara kalian syak (ragu-ragu) di dalam shalatnya, hendaklah ia pilih yang mendekati benar, lalu ia sempurnakan menurut pilihan itu. Kemudian hendaklah ia sujud dua kali. [HR. Muslim 1 : 400]
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seseorang diantara kalian syak (ragu-ragu) di dalam shalatnya, yaitu ia tidak tahu apakah ia telah shalat tiga atau empat raka'at, maka hendaklah ia buang yang syak (ragu-ragu) dan kerjakan mana yang ia yaqini, kemudian hendaklah ia sujud dua kali sebelum salam. [HR. Muslim 1: 400]
Keterangan :
Dari hadits-hadits di atas dapat diambil pengertian sebagai berikut :
1. Orang yang lupa tidak duduk Attahiyat Awwal, orang yang lupa pada raka'at kedua sudah salam padahal masih ada satu atau dua raka'at lagi yang seharusnya ia sempurnakan, maupun orang yang shalat kelebihan raka'at dari yang semestinya, maka orang tersebut supaya Sujud Sahwi dua kali.
2. Sujud Sahwi itu memakai takbir.
3. Sujud Sahwi itu bisa dilakukan sebelum salam maupun sesudah salam. Dan apabila dikerjakan sesudah salam, maka setelah sujud Sahwi lalu salam (lagi).
4. Kalau kita syak (ragu-ragu) tentang raka'at shalat, hendaklah kita ambil yang yaqin, lalu kita sempurnakan.
5. Tidak ada bacaan yang khusus untuk Sujud Sahwi ini.
SUJUD SYUKUR.
Sujud Syukur ialah sujud terima kasih, yaitu sujud satu kali di waktu mendapat keuntungan yang menyenangkan atau terhindar dari kesusahan yang besar.
Dari Abu Bakrah, dari Nabi SAW bahwasanya beliau dahulu apabila mendapat khabar yang menyenangkan, atau diberi khabar gembira, beliau lalu menyungkur sujud untuk bersyukur kepada Allah". [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 89]

Dari Abdur Rahman bin 'Auf, ia berkata : Rasulullah SAWpernah keluar (bepergian), lalu beliau menuju ke shadafahnya (semacam kemah), beliau masuk ke dalam dan menghadap qiblat, kemudian beliau sujud dengan sujud yang lama, sehingga aku mengira bahwa Allah 'Azza wa Jalla telah mencabut nyawa beliau. Kemudian aku mendekati beliau lalu duduk. Maka beliau mengangkat kepalanya dan bertanya, "Siapa ini ? Aku menjawab, " Abdur Rahman". Beliau bertanya lagi, "Mengapa engkau ?". Aku menjawab, "Ya Rasulullah, engkau bersujud dengan suatu sujud yang aku khawatir bahwa Allah 'Azza wa Jalla telah mencabut nyawa engkau". Maka beliau menjawab, "Sesungguhnya Jibril AS telah datang kepadaku dan memberi khabar gembira kepadaku, Jibril berkata, "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berfirman, Barangsiapa yang bershalawat kepadamu, maka aku akan memberikan shalawat kepadanya. Dan barangsiapa yang mengucapkan salam kepadamu, maka aku pun memberikan salam kepadanya, maka aku bersujud bersyukur kepada Allah 'Azza Jalla". [HR. Ahmad juz 1, hal. 407, no. 1664]
Dari Al-Baraa', ia berkata: Nabi SAW pernah mengutus Khalid bin Walid kepada penduduk Yaman untuk menyeru mereka kepada Islam, tetapi mereka belum mau masuk Islam. Kemudian Nabi SAW mengutus 'Ali dan memerintahkannya supaya menyusul Khalid. Kemudian ’Ali RA menulis surat kepada Rasulullah SAW bahwa orang-orang disana sudah masuk Islam. Maka setelah Rasulullah SAW membaca surat itu, beliau menyungkur sujud". [HR. Baihaqijuz 2, hal. 369]
Keterangan :
Dari hadits-hadits tersebut dapat diambil pengertian sebagai berikut :
1. Sujud syukur itu dilakukan karena satu keuntungan yang didapat atau satu kesusahan yang tertolak.
2. Sujud syukur itu hanya sekali sujud.
3. Untuk sujud itu tidak perlu wudlu.
4. Hukum sujud tersebut sunnat.
5. Tidak disyaratkan Takbir, Attahiyat atau Salam untuk Sujud tersebut.
6. Tidak ada bacaan yang khusus untuk Sujud Syukur ini.
SUJUD TILAWAH.
Sujud Tilawah ialah sujud diwaktu membaca atau mendengar ayat-ayat sajdah.
Dari 'Amr bin 'Ash : Bahwasanya Rasulullah SAW telah mengajarkannya lima belas (ayat) sujud di dalam AI-Qur'an. Tiga dari padanya di surah yang pendek-pendek, dan dua di surah AI-Hajji". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 58]
Telah berkata 'Umar, "Hai manusia, kita melewati ayat sujud. Barangsiapa bersujud, ia mendapat pahala; dan barangsiapa tidak bersujud, ia tidak berdosa". [HR. Bukhari juz 2, hal. 34]
Telah berkata Zaid bin Aslam: Sesunggunya ada seorang pemuda membaca ayat sujud di sisi Nabi SAW, lalu dia menunggu Nabi SAW melakukan sujud. Ternyata Nabi SAW tidak bersujud, maka ia bertanya, “ya Rasullulah! Apakah di ayat sujud ini tidak ada sujud?” jawab Rasulullah SAW, “Ada ! Tetapi engkau menjadi imam kami tentang itu. Jika engkau sujud, niscaya kami pun sujud”. [HR. Ibnu Abi Syaibah, Dalam Nailul Authar juz 3, hal.115]
Dari Abu Rafi', ia berkata : Saya pernah shalat 'Isyak dengan Abu Hurairah, dan ia membaca surah Al-lnsyiqaq, lalu ia sujud padanya. (Setelah selesai shalat) saya bertanya, "Apa ini ?". la menjawab, "Saya pernah sujud pada ayat itu dibelakang Abul Qasim SAW dan saya akan terus sujud padanya hingga saya bertemu beliau". [HR. Bukhari juz 2, hal. 34]
Dari 'Aisyah, ia berkata : Adalah Nabi SAW membaca pada sujud Al-Qur"an (sujud tilawah) pada malam hari, "Sajada wajhii lilladzii kholaqohu wa syaqqo sam'ahu wa bashorohu bihaulihi wa quwwatihi (Bersujud diriku kepada Tuhan yang telah menciptakannya dan membuatnya mendengar dan melihat dengan kekuatan dan kekuasaan-Nya)". [HR. Tirmidzi, dan ia berkata : Ini hadits hasan shahih, juz 2, hal. 47]
Keterangan :
Dari hadits-hadits diatas dapat diambil pengertian sebagai berikut :
1. Sujud Tilawah itu hanya sekali sujud
2. Sujud Tilawah hukumnya sunnah
3. Kita tidak disunnahkan sujud kalau yang membaca ayat itu tidak sujud, sedang kalau yang membaca ayat itu sujud, kita juga sujud walaupun di dalam shalat.
4. Tidak perlu wudlu dahulu.
5. Di dalam sujud tersebut membaca :
6. Ayat-ayat sajdah ada lima belas, yaitu:
o AI-A'raaf: 206
o Ar-Ra'd: 15
o An-Nahl: 50
o Al-lsraa1: 109
o Maryam : 58
o AI-Hajj: 18
o AI-Hajj: 77
o AI-Furqaan: 60
o An-Naml: 26
o As-Sajdah: 15
o Shaad:24
o Fushshilat: 38
o An-Najm : 62
o Al-Insyiqaaq: 21
o Al-'Alaq: 19
Pembahasan Rinci Sujud Tilawah
Seri Dua dari Tiga Tulisan


Apakah Disyariatkan Sujud Tilawah (Dil Luar Shalat) Dalam Keadaan Suci (Berwudhu)?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam sujud tilawah disyari’atkan untuk berwudhu sebagaimana shalat. Oleh karena itu, para ulama mensyariatkan untuk bersuci (thoharoh) dan menghadap kiblat dalam sujud sahwi sebagaimana berlaku syarat-syarat shalat lainnya.
Namun, ulama lain yaitu Ibnu Hazm dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tidak disyari’atkan untuk thoharoh karena sujud tilawah bukanlah shalat. Namun sujud tilawah adalah ibadah yang berdiri sendiri. Dan diketahui bahwa jenis ibadah tidaklah disyari’atkan thoharoh. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu ‘Umar, Asy Sya’bi dan Al Bukhari. Pendapat kedua inilah yang lebih tepat.
Dalil dari pendapat kedua di atas adalah hadits dari Ibnu ‘Abbas. Beliau radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَجَدَ بِالنَّجْمِ وَسَجَد مَعَهُ المُسْلِمُوْنَ وَالمُشْرِكُوْنَ وَالجِنُّ وَالأِنْسُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan sujud tilawah tatkala membaca surat An Najm, lalu kaum muslimin, orang-orang musyrik, jin dan manusia pun ikut sujud.” (HR. Bukhari)
Al Bukhari membawa riwayat di atas pada Bab “Kaum muslimin bersujud bersama orang-orang musyrik, padahal kaum musyrik itu najis dan tidak memiliki wudhu.” Jadi, menurut pendapat Bukhari berdasarkan riwayat di atas, sujud tilawah tidaklah ada syarat berwudhu. Dalam bab tersebut, Al Bukhari juga membawakan riwayat bahwa Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berwudhu dalam keadaan tidak berwudhu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَسُجُودُ الْقُرْآنِ لَا يُشْرَعُ فِيهِ تَحْرِيمٌ وَلَا تَحْلِيلٌ : هَذَا هُوَ السُّنَّةُ الْمَعْرُوفَةُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ عَامَّةُ السَّلَفِ وَهُوَ الْمَنْصُوصُ عَنْ الْأَئِمَّةِ الْمَشْهُورِينَ . وَعَلَى هَذَا فَلَيْسَتْ صَلَاةً فَلَا تُشْتَرَطُ لَهَا شُرُوطُ الصَّلَاةِ بَلْ تَجُوزُ عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ . كَمَا كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَسْجُدُ عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ ؛ لَكِنْ هِيَ بِشُرُوطِ الصَّلَاةِ أَفْضَلُ وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُخِلَّ بِذَلِكَ إلَّا لِعُذْرِ
“Sujud tilawah ketika membaca ayat sajadah tidaklah disyari’atkan untuk takbiratul ihram, juga tidak disyari’atkan untuk salam. Inilah ajaran yang sudah ma’ruf dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga dianut oleh para ulama salaf, dan inilah pendapat para imam yang telah masyhur. Oleh karena itu, sujud tilawah tidaklah seperti shalat yang memiliki syarat yaitu disyariatkan untuk bersuci terlebih dahulu. Jadi, sujud tilawah diperbolehkan meski tanpa thoharoh (bersuci). Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Ibnu ‘Umar. Beliau pernah bersujud, namun tanpa thoharoh. Akan tetapi apabila seseorang memenuhi persyaratan sebagaimana shalat, maka itu lebih utama. Jangan sampai seseorang meninggalkan bersuci ketika sujud, kecuali ada udzur.” (Majmu’ Al Fatawa, 23/165)
Asy Syaukani mengatakan,
لَيْسَ فِي أَحَادِيثِ سُجُودِ التِّلَاوَةِ مَا يَدُلُّ عَلَى اعْتِبَارِ أَنْ يَكُونَ السَّاجِدُ مُتَوَضِّئًا وَقَدْ كَانَ يَسْجُدُ مَعَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَضَرَ تِلَاوَتَهُ ، وَلَمْ يُنْقَلْ أَنَّهُ أَمَرَ أَحَدًا مِنْهُمْ بِالْوُضُوءِ ، وَيَبْعُد أَنْ يَكُونُوا جَمِيعًا مُتَوَضِّئِينَ.
وَأَيْضًا قَدْ كَانَ يَسْجُدُ مَعَهُ الْمُشْرِكُونَ كَمَا تَقَدَّمَ وَهُمْ أَنْجَاسٌ لَا يَصِحُّ وُضُوؤُهُمْ .
وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ عَنْ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَسْجُدُ عَلَى غَيْرِ وُضُوءٍ .
“Tidak ada satu hadits pun tentang sujud tilawah yang menjelaskan bahwa orang yang melakukan sujud tersebut dalam keadaan berwudhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersujud dan di situ ada orang-orang yang mendengar bacaan beliau, namun tidak ada penjelasan kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan salah satu dari yang mendengar tadi untuk berwudhu. Boleh jadi semua yang melakukan sujud tersebut dalam keadaan berwudhu dan boleh jadi yang melakukan sujud bersama orang musyrik sebagaimana diterangkan dalam hadits yang telah lewat. Padahal orang musyrik adalah orang yang paling najis, yang pasti tidak dalam keadaan berwudhu. Al Bukhari sendiri meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar bahwa dia bersujud dalam keadaan tidak berwudhu. ” (Nailul Author, 4/466, Asy Syamilah)
Apakah Sujud Tilawah Mesti Menghadap Kiblat?
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan,
وَأَمَّا سَتْرُ الْعَوْرَةِ وَالِاسْتِقْبَالِ مَعَ الْإِمْكَانِ فَقِيلَ : إنَّهُ مُعْتَبَرٌ اتِّفَاقًا .
“Adapun menutup aurat dan menghadap kiblat, maka ada ulama yang mengatakan bahwa hal itu disyariatkan berdasarkan kesepakatan ulama.” (Nailul Author, 4/467, Asy Syamilah)
Namun karena sujud tilawah bukanlah shalat, maka tidak disyari’atkan untuk menghadap kiblat. Akan tetapi, yang lebih utama adalah tetap dalam keadaan menghadap kiblat dan tidak boleh seseorang meninggalkan hal ini kecuali jika ada udzur. Jadi, menghadap kiblat bukanlah syarat untuk melakukan sujud tilawah. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/450)
Bagaimana Tata Cara Sujud Tilawah bagi Orang yang Sedang Berjalan atau Berkendaraan?
Siapa saja yang membaca atau mendengar ayat sajadah sedangkan dia dalam keadaan berjalan atau berkendaraan, kemudian ingin melakukan sujud tilawah, maka boleh pada saat itu berisyarat dengan kepalanya ke arah mana saja. (Shahih Fiqih Sunnah, 1/450 dan lihat pula Al Mughni)
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ السُّجُودِ عَلَى الدَّابَةِ فَقَالَ : اسْجُدْ وَأَوْمِئْ.
Dari Ibnu ‘Umar: Beliau ditanyakan mengenai sujud (tilawah) di atas tunggangan. Beliau mengatakan, “Sujudlah dengan isyarat.” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)
Bacaan Ketika Sujud Tilawah
Bacaan ketika sujud tilawah sama seperti bacaan sujud ketika shalat. Ada beberapa bacaan yang bisa kita baca ketika sujud di antaranya:
(1) Dari Hudzaifah, beliau menceritakan tata cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ketika sujud beliau membaca:
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
“Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi] (HR. Muslim no. 772)
(2) Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a ketika ruku’ dan sujud:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى
“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku] (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484)
(3) Dari ‘Ali bin Abi Tholib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sujud membaca:
اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Allahumma laka sajadtu, wa bika aamantu wa laka aslamtu, sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.” [Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta] (HR. Muslim no. 771)
Adapun bacaan yang biasa dibaca ketika sujud tilawah sebagaimana tersebar di berbagai buku dzikir dan do’a adalah berdasarkan hadits yang masih diperselisihkan keshohihannya. Bacaan tersebut terdapat dalam hadits berikut:
(1) Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam sujud tilawah di malam hari beberapa kali bacaan:
سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.” [Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta] (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan An Nasa-i)
(2) Dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat diriku sendiri di malam hari sedangkan aku tertidur (dalam mimpi). Aku seakan-akan shalat di belakang sebuah pohon. Tatkala itu aku bersujud, kemudian pohon tersebut juga ikut bersujud. Tatkala itu aku mendengar pohon tersebut mengucapkan:
اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِى بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا وَضَعْ عَنِّى بِهَا وِزْرًا وَاجْعَلْهَا لِى عِنْدَكَ ذُخْرًا وَتَقَبَّلْهَا مِنِّى كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ
“Allahummaktub lii bihaa ‘indaka ajron, wa dho’ ‘anniy bihaa wizron, waj’alhaa lii ‘indaka dzukhron, wa taqqobbalhaa minni kamaa taqobbaltahaa min ‘abdika dawuda”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kedua hadits di atas terdapat perselisihan ulama mengenai statusnya.
Untuk hadits pertama dikatakan shahih oleh At Tirmidzi, Al Hakim, An Nawawi, Adz Dzahabi, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Al Albani dan Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali. Sedangkan tambahan “Fatabaarakallahu ahsanul kholiqiin” dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi dan An Nawawi. Namun sebagian ulama lainnya semacam guru dari penulis Shahih Fiqih Sunnah, gurunya tersebut bernama Syaikh Abi ‘Umair dan menilai bahwa hadits ini lemah (dho’if).
Sedangkan hadits kedua dikatakan hasan oleh At Tirmidzi. Menurut Al Hakim, hadits kedua di atas adalah hadits yang shahih. Adz Dzahabi juga sependapat dengannya. Sedangkan ulama lainnya menganggap bahwa hadits ini memang memiliki syahid (penguat), namun penguat tersebut tidak mengangkat hadits ini dari status dho’if (lemah). Jadi, intinya kedua hadits di atas masih mengalami perselisihan mengenai keshahihannya. Oleh karena itu, bacaan ketika sujud tilawah diperbolehkan dengan bacaan sebagaimana sujud dalam shalat seperti yang kami contohkan di atas.
Imam Ahmad bin Hambal -rahimahullah- mengatakan,
أَمَّا أَنَا فَأَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّي الْأَعْلَى
“Adapun (ketika sujud tilawah), maka aku biasa membaca: Subhaana robbiyal a’laa” (Al Mughni, 3/93, Asy Syamilah)
Dan di antara bacaan sujud dalam shalat terdapat pula bacaan “Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin”, sebagaimana terdapat dalam hadits ‘Ali yang diriwayatkan oleh Muslim. Wallahu a’lam.

Rabu, 13 Januari 2010

MTs Terpadu PSA Darul Qur'an
Cimalaka Sumedang Jabar
Tahun Ajaran 2010-2011
Membuka Pendaftaran Murid Baru Tahun Ajaran 2010-2011

Plus Program Terpadu:
 Tilawah dan Hifdzul Qur’an
 Akselerasi membaca kitab salafi (Kuning)
 Nahwu Sharaf (B. Arab)
 Komputerisasi dan Internet Gratis
 Kursus Bahasa Inggris
 Bimbingan Ibadah
Ekstra Kurikuler:
Pramuka
Olah Raga
Organisasi
Kesenian
Paskibra

“Seluruh biaya sekolah dan Pesantren bersifat sukarela (Karena Allah), melalui infaq jariyah(donasi rutin) & tidak mengikat”


Biaya Makan harian dapat memilih:
 Membeli dikantin
 dikelola Dapur umum
 Memasak sendiri

Persyaratan:
o Mengisi Formulir Pendaftaran
o Lulusan SD/MI maksimal usia 15 tahun
o Photo Copy ijazah dilegalisir 3 Lembar /Keterangan sedang duduk di kelas VI SD/MI
o Photo copy Akte Kelahiran 1 lembar
o Pas Photo hitam putih 3x4 3 lembar

Tempat Pendaftaran:
Sekretariat Pontren Darul Qur'an di Jln. Jurusan Tanjung Kerta Km.0.050. Perapatan Cimalaka Sumedang (dekat Alun-Alun Kec. Cimalaka)
TERSEDIA PULA PROGRAM:
Takhassus Diniyah (kepesantrenan) untuk minimal usia 12 tahun
Majelis Ta'lim dan Dzikir setiap malam jum'at dan Kuliah Shubuh untuk umum
Madrasah Diniyah/TPA bagi anak TK, SD, SMP
PAUD NURUL QUR'AN

Untuk konfirmasi layanan dapat menghubungi:
Tlp. (0261) 203653 Hp. 081394769555
email : darulquran.smd@gmail.com