SELAMAT DATANG DI BLOG PONTREN DARUL QUR'AN CIMALAKA

KAMI SENANG ANDA DAPAT BERSILATURAHMI MELALUI BLOG KAMI 

VOKAL GROUP 'ARABI SANTRI DQ

VOKAL GROUP 'ARABI SANTRI DQ

MENERIMA SANTRI+SISWA BARU

TELAH DI BUKA PENDAFTARAN SANTRI-MURID BARU PONTREN DARUL QUR'AN TAHUN AJARAN 2012-2013 UNTUK PROGRAM: MTs TERPADU DQ + NYANTRI; NYANTRI + SEKOLAH FORMAL DI LUAR PONTREN; PAUD-TK ISLAM PLUS; DINIYAH TAKMILIYAH

Rabu, 27 Januari 2010

KHUTBAH IDUL FITRI 1430 H


JIHAD MELAWAN HAWA NAFSU

DAN KEPEDULIAN

Oleh:

Drs.H. Cecep Parhan Mubarok, MH

Pimpinan Pontren Darul Qur’an Cimalaka

DI MESJID AGUNG KAB. SUMEDANG

20 SEPTEMBER 2009 M

KHUTBAH IDUL FITRI 1430 H

JIHAD DALAM MELAWAN HAWA NAFSU

DAN BERKASIH SAYANG

Drs.H. Cecep Parhan Mubarok, MH

Pimpinan Pontren Darul Qur’an Cimalaka

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, وَ ِللهِ الْحَمْد.ُ اللهُ أكبر عَدَدَ مَا أَفَاضَ وَأَنَْعَمَ، الله أكبر ، مَا تَوَالَتَ الْعَطَايَا وَالنِّعَمُ ،اللهُ أكبر ، عَدَدَ مَا تَفَضَّلَ وَتَكَرَّم, الله أكبر ، عَدَدَ مَنْ شَكَرَ وَأَكْرَمَ،اللهُُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ، لاَ اِلَهَ إِلاَ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ،اَللهُ أَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَمَدَّ أَوْلِيَاءَهُ بِالتَّوْفِيْق، وَأَلْهَمَهُمْ كَلِمَةَ الْحَقِّ وَالتَّصْدِيْقِ ، وَأَرْشَدَهُمْ إِلَى أَوْضَحِ مَحَبَّةٍ وَطَرِيْقٍ، وَجَعَلَهُمْ بِرَحْمَتِهِ خَيْرَ أُمَّةٍ وَفَرِيْقٍ ، أَحْمَدُهُ عَلَى النِّعْمَةِ الَّتِى بِهَا حَبَانَا ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى الْمِلَّةِ الَّتِى إِلَيْهَا هَدَانَا، أَشْهَدُ أَنْ َلاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ َلاشَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ .أَمَا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله، اِِتَّقُواالله،َ وَأُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Puji syukur sangat layak disanjungkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan nikmat, karunia dan hidayah-Nya kepada kita. Nikmat yang tiada batas, karunia yang berlimpah ruah, dan hidayat yang mengalir deras mencurah dalam kehidupan kita yang selalu rindu untuk dekat dengan Sang Kekasih Sejati, Allah SWT. Kita bersyukur pula, bahwa pada hari ini ada kesempatan yang telah diberikan kepada kita, untuk dapat menikmati indahnya ber-Idul Fitri dalam kebersamaan sanak saudara, kerabat dan sahabat serta seluruh kaum muslimin yang bertebaran di penjuru dunia.

Salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada sosok pemimpin umat sepanjang masa, yang perilaku dan sifat-sifatnya sungguh sangat layak untuk menjadi teladan, dialah Rasul pilihan dan Nabi terpercaya, Muhammadd SAW. Kiprah beliau yang telah membebaskan ummat dari belenggu jahiliyyah, menghantarkan Islam sebagai agama pada kemuliaan di dunia, kita hargai setinggi-tingginya dengan senantiasa bershalawat sebagaimana Allah dan para Malaikat pun bershalawat kepada beliau.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sidang jama’ah Shalat Id rahimakumullah….

Hari raya Idul Fitri selalu kita sambut dengan penuh suka cita, karena inilah saatnya kita menemukan kembali diri kita yang fitri atau suci, setelah satu bulan penuh kita curahkan diri kita dalam ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Manusia fitri adalah manusia yang kembali pada posisi di mana hati selalu tertambat kepada Allah karena teringat dengan perjanjian agung dengan Sang Khaliq, sebagaiman terekam dalam Q.S. al-A’raf: 172:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”

Ayat tersebut memberi gambaran bahwa manusia ketika masih di alam ruh telah bersaksi bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb. Inilah perjanjian awal manusia dengan Allah, untuk menegaskan sikap ketauhidan manusia sekaligus untuk menunjukkan karakter asli manusia yang fitri.

Kembali kepada manusia yang fitri, tentu merupakan kebahagiaan bagi kita, dan itu kita rayakan dalam kesempatan Idul Fitri kali ini. Adalah wajar jika merayakan dengan penuh suka cita dan wajah ceria, tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita dapat terus mempertahankan kesucian kita sampai Allah berkehendak memanggil kita, dan kita kembali kepada-Nya dengan kondisi nafsul muthmainnah (jiwa yang damai).

Hadirin yahdikumullah…..

Ramadlan adalah sekolah unggulan yang telah memberikan pengaruh besar dalam mendidik karekter jiwa (khalqiyah nafsiyah) orang yang puasa, di bulan ramadhan kita dilatih berjihad untuk melawan hawa nafsu, Menahan hawa nafsu akan menjadikan seseorang sanggup menahan diri untuk tidak melakukan tindakan tercela dalam bentuk apapun. Menahan marah, memaafkan, dan berbuat baik adalah kesatuan nilai yang mendasari ketakwaan. Menahan marah saja tanpa memaafkan bukan ciri orang taqwa, tetapi ciri orang pendendam. Sikap menahan amarah merupakan salah satu karakteristik orang bertakwa yang dijanjikan oleh Allah SWT. sebagai penghuni syurga. Ini berarti bahwa ketakwaan seseorang dapat dilihat dari kemampuannya menahan amarah yang dapat merugikan orang lain.

Terlebih lagi apabila kita menampilkan akhlak yang tercela menghardik orang, mengeluarkan kata-kata kotor, berbuat bodoh dan konyol, menebar fitnah, berkonfrontasi dan menyakiti badan jasmani tanpa hak, semuanya jelas merupakan perbuatan kedzaliman bertentangan dengan ajaran Islam dan semangat puasa ramadhan. Rasulullah Saw bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa adalah benteng, maka janganlah berkata kotor, berbuat bodoh atau konyol. Apabila seseorang mengajak berkelahi atau menghardiknya, maka katakanlah saya sedang berpuasa”

Firman Allah dalam surat An-nazi’at ayat 40-41

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى , فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

Dan adapun orang-orang yang takut kepada Kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat (nya)

Dalam Islam, sikap menahan hawa nafsu mempunyai posisi dan peran yang sangat penting bahkan Rasulullah SAW menilainya sebagai jihadul Akbar dengan ungkapannya ketika kembali berperang melawan musuh-musuhnya: Raja’na minjahidil ashghar ilaa jihadil akbar, Qaluu Ayyu jihadul Akbar Ya Rasulallah, Qala jihadun ‘ala al-nafsi

Hadirin ‘Aidiina wal ‘aidaat rahimakumullah

Dalam suasana I’dul fitri ini, sikap saling memberi maaf adalah memontem sangat tepat namun bukan berarti bahwa di luar ‘idul fitri tidak ada maaf bagimu. Karena nikmat Allah yang paling besar bagi manusia setelah iman dan Islam adalah nikmat dikaruniai-Nya maaf atau ampunan. Nikmat ini senantiasa diberikan Allah kepada setiap manusia, meski manusia terus menerus melakukan perbuatan dosa. Namun tentunya dengan sebuah catatan, bahwa manusia yang diberikan nikmat ini hanya manusia yang senantiasa menyadari setiap perbuatan dosanya, dan untuk itu dia memohon maaf kepada Allah SWT. Oleh karena itulah Allah kemudian memberi gelar diriNya Al-Afwu, Yang Maha Pemaaf. Firman Allah :

اٍن تبدوا خيرا اًوتخفوه اًوتعفوا عن سوء فاٍن الله كان عفوا قديرا

"JIka kamu menyatakan sesuatu kebaikan, menyembunyikan, atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa".

الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

Hadirin Kaum Muslimin, Muslimat Jama’ah Idil Fitri Rahimakumullah !

Memaafkan tidaklah mudah. Kata para sufi, memaafkan harus dilatih terus menerus. Sifat pemaaf tumbuh karena kedewasaan ruhani. Ia merupakan hasil perjuangan berat ketika kita mengendalikan kekuatan di antara dua kekuatan, pengecut dan pemberang.

Kita harus beralih dari pusat ego kepada posisi orang lain. Dari egoisme kepada altruisme, yang dalam Al-Qur'an orang-orang altruis disebut sebagai orang-orang yang berbuat baik. Nabi Muhammad SAW. sangat terkenal sebagai pemaaf; Beliau menyerahkan sorbannya sebagai tanda maafnya kepada Wahsyi, yang telah membunuh pamanda tercinta, Hamzah.

Suatu ketika ‘Ali bin Husein sedang berwudhu, budaknya menjatuhkan wadah air ke atas kepalanya. Takut kalau sudah menyakiti tuannya, budak itu menggumamkan ayatوالكاظنين الغيظ “Orang-orang yang mampu mengen-dalikan amarahnya……….." Ali berkata, "Aku tahan marahku". Budak itu melanjutkan, والعا فين عن الناس"... Dan orang-orang yang memaafkan orang lain…...." Lalu Ali berkata, "Aku maafkan kamu." ٍSelanjutnya budak itu menyelesaikan ayat seraya bergumam اٍن الله يحب المحسنين .... "Sesung-guhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik". Ali pun berkata, "Aku merdekakan kamu".

Rasulullah SAW. memberi nasihat kepada Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi sebagai berikut :

يا أبا هريرة عليك بحسن الخلق . قال أبوا هريرة رضي الله عنه وما حسن الخلق يا رسول الله ؟ قال : تصل من قطعك ، وتعفو عمن ظلمك ، وتعطي من حرمك .

Wahai Abu Hurairah, Engkau harus berakhlaq mulia ! Abu Hurairah bertanya, apakah yang dimaksud dengan akhlaq mulia itu wahai Rasul ? Nabipun menjawab : Engkau hubungkan silaturrahim dengan orang yang memutuskannya dari padamu, engkau ma’afkan orang yang berbuat zalim kepadamu, dan engkau beri sesuatu orang yang menghalangimu.

Hadirin ‘Aidiin wal ‘aidaat Rahimakullah

Tanpa bermaksud mengurangi rasa bahagia kita dalam kesempatan ini, perlu kami ingatkan bahwa beberapa waktu yang lalu, ketika masih dalam suasana Ramadhan, kita dikejutkan dengan datangnya musibah gempa bumi yang menimpa saudara-saudara kita di Jawa Barat. Sebagai bagian dari sesama saudara Muslim atau sesama anak bangsa, kita turut bersedih dan berbela sungkawa. Hampir bisa dipastikan mereka yang terkena musibah itu tidak bisa merayakan Idul Fitri dengan suka cita yang penuh, karena baru saja kehilangan orang-orang yang dicintai, rumah sebagai tempat tinggal dan harta benda yang lain. Untuk itu dalam kesempatan ini, kita patut berdoa, mudah-mudahan mereka selalu diberi ketabahan dan kesabaran.

Beberapa waktu sebelum memasuki Ramadhan, kita juga dikejutkan dengan peristiwa pemboman hotel JW Marriot dan Rizt Carton yang menewaskan dan melukai banyak orang. Peristiwa pemboman itu perlu kami singgung di sini, karena banyak pihak lantas mengkait-kaitkan peristiwa itu dengan Islam hanya karena pelakunya adalah orang Islam dan melakukan itu karena terdorong oleh semangat jihad Islam. Tetapi juga khatib berharap jangan sampai terminologi dan ajaran jihad menjadi disepelekan, dicurigai apalagi membabi buta dihilangkan dalam kurikulum pendidikan agama di sekolah, madrasah atau pesantren, apajadinya Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila dalam bahaya dan ancaman seperti yang dilakukan oleh para teroris, pelaku separatis Papua, Maluku, Aceh dll.

Bukan berarti bahwa pada fuqaha tidak tahu bahwa perang (qital) hanya salah satu dari makna jihad. Di dalamnya ada pengertian yang jauh lebih mendasar, lebih halus, tapi sekaligus lebih tuntas hasilnya. Yakni, apa yang oleh Rasullah disebut dengan jihad akbar. Yakni, jihad mengalahkan hawa nafsu, untuk memenangkan keluhuran budi, atau kemuliaan akhlak.

Yang menjadi pertanyaaan kita sekarang, Apakah betul Islam mengajarkan jihad menurut versi para pelaku bom itu? Jihad disebut di dalam al-Qur’an paling tidak sebanyak 80an kali, yang kemudian diartikan sebagai berjuang. Asli kata jihad adalah ja-ha-da (bersunggung-sungguh), sehingga jihad dimaknai sebagai kesungguhan untuk memperjuangkan agama Allah, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Hujarat: 15

انما المؤمنو ن الذين امنوا بالله ورسوله ثم لم يرتابوا وجاهدو باموالهم وانفسهم في سبيل الله, أولئك هم الصدقون

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.”

Atau dalam Q.S. al-Ankabut: 69

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”

Kalau kita perhatikan dua ayat di atas, dapat kita pahami bahwa jihad itu mempunyai makna sangat penting bagi umat Islam. Kemajuan dan kemunduran Islam sangat dipengaruhi oleh kesungguhan berjihadnya umat Islam atau tidak. Hanya saja yang perlu dipahami di sini bahwa, apakan jihad itu mesti harus dimaknai perang, dalam arti perjuangan fisik melawan pihak lain (musuh Islam)?

Berperang sendiri disebut dalam al-Qur’an sebanyak 57 kali. Berperang (qital) adalah bentuk operasional dalam wilayah sempit dari jihad. Jihad pada masa Rasulullah lebih banyak dilakukan melalui jalur peperangan karena secara nyata musuh-musuh Islam juga sedang melawan umat Islam secara fisik (perang), sehingga wajar jika kemudian Rasulullah mengajak kaum Muslimin untuk melawan (jihad, qital) kaum kafir secara fisik pula (berperang).

Sidang jama’ah shalat Ied yang berbahagia….

Umat Islam sekarang, khususnya yang berada di Indonesia, sedang bukan berhadapan dengan musuh Islam yang memegang senjata untuk memusuhi Islam. Sehingga sangat salah besar jika kita pun harus menggunakan cara-cara kekerasan untuk melaksanakan jihad fi sabilillah. Dalam situasi kita sekarang, jihad harus dimaknai secara lebih luas dan menyeluruh. Jihad itu adalah bagaimana dakwah Islam bisa dirasakan sebagai rahmat bagi umat manusia secara keseluruhan. Rasulullah sendiri hakekatnya adalah memperjuangan Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin, sebagaimana termaktub dalah Q.S. al-Anbiya’: 107

وما ارسلناك الا رحمة للعالمين

“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

Dan mari kita perhatikan ayat berikut (Q.S. an-Nisa’: 75)

و ما لكم تقاتلون في سبيل الله والمستضعفين من الرجال والنساء والولدان الذين يقولون ربنا أخرجنا من هذه القرية الظالم اهلها واجعل لنا من لدنك وليا واجعل لنا من لدنك نصيرا

“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri Ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”.

Akan lebih pas jika kata-kata ”tuqathiluna” dalam ayat itu dimaknai menyantuni, dan bukan berperang sebagaimana makna aslinya. Penyantunan terhadap kaum mustadh’afin merupakan bagian penting dari jihad fi sabilillah.

Saudara-saudaraku sidang ‘ied Rahimakullah

Suatu kali Rasulullah saw melaksanakan shalat idul Fitri lebih siang dari biasanya, bukan karena beliau lupa, apalagi tertidur setelah shalat subuh. Beliau terlambat ke tempat berkumpulnya jama’ah shalat Id karena beberapa saat menjelang keberangkatannya, beliau mendapati seorang anak yang bermurung durja di tengah teman-temannya yang lagi asyik bermain dan bersuka cita.

Mendapati situasi seperti itu beliau menghampiri anak tersebut, lalu didekapnya dan dielus-elus kepalanya. Setelah cukup mendapatkan kehangatan, beliau lalu bertanya, wahai anakku, mengapa kamu bersedih hati di saat teman-temanmu bersuka ria? Di mana rumahmu? Siapa orangtuamu? Dengan mata nanar anak kecil itu menjawab, ayahku telah lama mati dalam suatu peperangan membela agama Islam, sedang ibuku menikah lagi dengan lelaki lain dan tak lagi menghiraukanku.

Rasulullah saw mendekap lebih hangat lagi, lalu bertanya: maukah kau jadikan aku sebagai ayahmu, ‘Aisyah sebagai ibumu, sedang Fathimah dan Ali sebagai bibi dan pamanmu? Beliau lalu membimbing anak itu ke rumah lalu meminta agar ‘Aisyah memandikannya, membersihkan kotorannya, dan memberinya pakaian terbaik yang dimilikinya. Anak kecil yang berpakaian dekil dan berwajah muram itu seketika berubah penampilannya. Ia kini kelihatan bersih dengan rambut yang tersisir rapih. Pakainnya bagus dan wajahnya berubah menjadi ceria. Ia keluar dari rumah Rasulullah saw sambil berteriak-teriak kepada teman-temannya, akulah anak yang hari ini paling bahagia. Muhammad telah menjadi ayahku, ‘Aisyah menjadi ibuku, sedang Fathimah dan Ali menjadi bibi dan pamanku. Sungguh tak terkira bahagianya anak itu. Kebahagiaan yang tak terlukiskan dengan kata-kata.

Di hari idul fitri seperti ini seharusnya tak seorangpun bersedih hati. Semua gembira Semua bahagia. Lebih-lebih anak kecil, mestinya mereka semua bersuka cita. Mereka tidak sendiri, bukan satu atau dua. Mereka itu puluhan, ratusan, ribuan, bahkan entah berapa jumlahnya.

Kalau satu anak yatim saja dapat menghentikan langkah Rasulullah saw menuju tempat shalat idul fitri sampai anak tersebut turut berbahagia, lalu mengapa puluhan dan ratusan anak yang mengalami nasib yang sama tidak mampu menggerakkan hati kita untuk peduli, menyantuni, dan membahagiakan mereka? Apa yang kita pikirkan ketika membelikan baju baru untuk anak-anak kita? Apa yang ada dalam pikiran kita ketika menghadapi aneka makanan lezat tersaji di meja makan kita? Apa yang ada dalam pikiran kita ketika kita bersama-sama keluarga kita melangkah bahagia menuju tempat ini, sekarang ini? Tidakkah terlintas dalam benak kita sekelebat bayangan fakir miskin yang hingga hari ini belum berbuka?

Masih adakah kapling dalam pikiran kita tentang nasib orang-orang yang kurang beruntung? Hari ini, berapa banyak saudara-saudara kita yang terpaksa merayakan idul fitri di tenda-tenda darurat setelah rumahnya dihancurkan oleh bencana alam? Mereka adalah orang-orang miskin baru yang jumlahnya puluhan ribu.

Kaum Muslimin Rahimakumullah…

Kemiskinan yang melanda sebagian umat Islam berakibat pada lemahnya kemampuan umat Islam untuk dapat mengenyam pendidikan, sehingga umat menjadi bodoh. Kemiskinan dan kebodohan adalah dua keping mata uang yang saling kait mengait. Karena miskin maka menjadi bodoh, karena bodoh maka menjadi miskin.

Untuk itu, kemiskinan dan kebodohan adalah musuh paling nyata yang harus dihadapi umat Islam sekarang ini. Betapa kemiskinan dan kebodohan telah membuat umat Islam tidak lagi menjadi khairu ummah (ummat terbaik) tetapi justru menjadi umat yang terpinggirkan. Jihad melawan kemiskinan dan kebodohan adalah bagian dari perang suci yang dijamin surga oleh Allah, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. ash-Shaf: 11-12

تؤمنون بالله ورسوله وتجاهدون في سبيل الله باموالكم وانفسكم, ذلكم خير لكم ان كنتم تعملون يغفر لكم ذنوبكم ويدخلكم جنت تجري من تحتها الانهار ومساكن طيبةً في جنت عدن, ذلك الفوز العظيم

” (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.”

Untuk itu, para jama’ah shalat Ied yang berbahagia, pada perayaan lebaran kali ini, marilah kita mengoreksi kesalahan pemahaman sebagian kecil umat Islam, bahwa jihad itu harus dilakukan dengan cara-cara kekerasan. Justru sangat merugikan umat Islam, khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya, jika hal itu yang dilakukan. Oleh karena itu mari kita berjihad untuk mengalahkan hati orang dengan keluhuran budi sebagai jihad dengan kemenangan yang paling sejati. Orang yang dikalahkan hatinya, bukan saja secara ikhlas mengaku kalah, tapi sekaligus secara ikhlas akan menjadikan sang pemenang sebagai pahlawan dan anutan bagi dirinya sendiri.. Pemberantasan kemiskinan, menyantuni anak yatim, menolong sesama saudara yang sengsara, memberi beasiswa pendidikan kepada anak keluarga tidak mampu, adalah jihad yang sesungguhnya, dalam kondisi umat Islam saat ini. Inilah jihad dengan martabat tertinggi, yang oleh Rasullah disebut jihad akbar, dengan hasil kemenagan yang juga akbar Semoga Allah senantiasa memberi kekuatan kepada kita untuk selalu berjihad di jalan-Nya.

جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين اللأمنين وأدخلنا وإياكم في عباده الصالحين وقل رب اغفر وارحم وأنت أرحم الرحمين

KHUTBAH DUA

الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر،، لا إله إلا الله والله اكبر، الله اكبر و لله الحمد .

الحمد لله الذى فرض على المؤمين صيام رمضان ، ووفقنا فيه إلى الأعمال الصالحات التى سنها رسوله الكريم الأمين ، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الملك الحق المبين ، وأشهد أن محدا عبده ورسوله الذى أرسله رحمة للعا لمين ، اللهم صل وسلم على هذا النبي الكريم سيدنا محمد أشرف الأنبياء والمرسلين ، وعلى آله وأصحابه وأمته أجمعين ، أما بعد : فيا أيها الحاضرون ! اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون ، وبادروا بالأعمال الصالحات يرحمكم برحمته ويغفر لكم ذنوبكم ويدخلكم جنة تجري من تحتها الأنهاروذلك الفوز العظيم

DO’A DISERAHKAN KEPADA KHATIB

TAFSIR SURAT AL BAQARAH 89-98

89 baqarah-Tafsir Al
وَلَمَّا جَاءهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِندِ اللّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُواْ مِن قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُواْ فَلَمَّا جَاءهُم مَّا عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّه عَلَى الْكَافِرِينَ
Dan setelah datang kepada mereka Al Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.
Tafsir Ibnu Katsir
Allah Ta'ala berfirman,
"Dan setelah datang kepada mereka"
yakni kepada kaum Yahudi,
"Kitab dari sisi Allah"
berupa Al-Qur'an yang diturunkan kepada Muhammad saw.
"yang membenarkan apa yang ada pada mereka"
yaitu kitab Taurat.
"Padahal sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir."
Maksudnya, sesungguhnya mereka--sebelum kedatangan Muhammad saw. yang membawa Al-Qur'an--meminta tolong dengan kedatangan Muhammad guna mengalahkan musuh-musuhnyayang musyrik tatkala mereka berperang. Mereka mengatakan bahwa pada akhir zaman akan diutus seorang nabi, "Kami bersama-sama dengan dia akan memerangi kalian seperti halnya memerangi kaum Irani dan 'Aad." Muhammad bin Ishak mengatakan dengan sanadnya dari Ikrimah atau sanad yang menyambung kepada Said bin Jubeir, dari Ibnu Abbas, "Kaum Yahudi mengharapkan pertolongan seorang nabi, sebelum dia diutus untuk mengalahkan kaum Aus dan Khazraj, tetapi setelah Allah mengutus nabi itu dari bangsa Arab, maka mereka mengkafiri dan mengingkari apa yang dahulu mereka katakan mengenai dia. Maka Mu'adz bin Jabal, Basyar bin al Barra' bin Ma'rur, dan Daud bin Salamah berkata kepada mereka, 'Hai Kaum Yahudi, bertakwalah kepada Allah dan masuklah kepada Islam. Sesungguhnya dahulu kamu mengharapkan pertolongan untuk mengalahkan kami melalui kebesaran nama Muhammad saw. ketika kami masih sebagai orang musyrik, dan kamu pun memberitakan kepada kami bahwa Muhammad akan diutus sebagai nabi dan kamu menjelaskan sifat-sifatnya.' Maka Salam bin Musykam, warga bani Nadhir, berkata, 'Dia (Muhammad) tidak datang kepada kami membawa berita yang sudah kami kenal dan berita itu pun bukan yang dahulu kami ingatkan kepadamu, yaitu berkaitan dengan firman,
"Setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui mereka lalu ingkar, maka laknat Allahlah atas orang-orang kafir."
بِئْسَمَا اشْتَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ أَن يَكْفُرُواْ بِمَا أنَزَلَ اللّهُ بَغْياً أَن يُنَزِّلُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ عَلَى مَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ فَبَآؤُواْ بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.

Tafsir Ibnu Katsir
"Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah,"
As-Sadi berkata, "Alangkah buruknya kekafiran terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Rasulullah saw. yang mereka tukarkan untuk diri mereka sendiri, lalu mereka meridhainya dan beralih kepadanya, sebagai ganti dari membenarkan, mendukung, dan menolongnya.
"karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya."
Sesungguhnya yang mendorong mereka berbuat demikian ialah iri, dengki, "dan kebencian karena Allah menurunkan sebagian karunia-Nya kepada orang yang dikehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Tiada kedengkian yang lebih besar selain daripada ini." Sehubungan dengan
"murka sesudah (mendapat) kemurkaan",
Ibnu Abbas berkata, "Allah memurkai mereka lantaran mereka telah menyia-nyiakan Taurat yang mereka miliki dan Dia memurkai mereka lantaran mereka kafir kepada seorang nabi yang diutus kepada mereka. Maka mereka berhak, harus, dan mesti mendapat kemurkaan di atas kemurkaan.
"Dan bagi orang-orang kafir itu azab yang hina."
Tatkala kekafiran mereka itu disebabkan oleh dengld dan iri yang timbul dari sikap sombong, maka mereka dibalas dengan kehinaan dan kekerdilan di dunia dan akhirat, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina." (al Mu'min ayat 60)


وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُواْ بِمَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ نُؤْمِنُ بِمَآ أُنزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرونَ بِمَا وَرَاءهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنبِيَاء اللّهِ مِن قَبْلُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
• Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Qur'an yang diturunkan Allah," mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan mereka kafir kepada Al Qur'an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur'an itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?"
Allah Ta'ala berfirman,
"Dan apabila dikatakan kepada mereka",
yakni kepada kaum Yahudi dan sebangsanya dari kalangan Ahli Kitab,
"Berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan Allah"
kepada Muhammad saw., benarkanlah, dan ikutilah dia!
"Maka mereka berkata, 'Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami.' Mereka mengatakan, 'Cukuplah bagi kami dengan beriman kepada Taurat dan Injil yang diturunkan kepada kami, dan Kami tidak akan mengakui kitab selain itu.'" "Mereka kafir kepada apa yang diturunkan sesudahnya, padahal Al-Qur'an adalah hak yang membenarkan apa yang ada pada mereka."
Maksudnya, mereka mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepada Muhammad itu adalah hak serta membenarkan kitab yang ada pada mereka. Jadi, hujah itu mengalahkan mereka sendiri, sebagaimana Allah berfirman,
"Katakanlah, 'Mengapa kamu dahulu membunuh para nabi Allah, jika benar kamu adalah orang-orang yang beriman?'"
Artinya, jika kamu benar mengaku beriman kepada kitab yang diturunkan kepadamu, lalu mengapa kamu membunuh nabi-nabi yang datang kepadamu dengan membenarkan Taurat yang ada padamu, berhukum kepada isinya, dan tidak mengubahnya, sedang kamu mengetahui kebenaran mereka^ Kamu membunuh mereka karena iri, dengki, dan sombong kepada rasul-rasul Allah. Kamu hanya mengikuti hawa nafsu, pendapat, dan keinginanmu belaka.
وَلَقَدْ جَاءكُم مُّوسَى بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِن بَعْدِهِ وَأَنتُمْ ظَالِمُونَ
Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mu'jizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim.
"Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat)."
Yakni, ayat-ayat yang jelas dan dalil-dalil yang qath'i menunjukkan bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Yang dimaksud dengan "ayat-ayat yang jelas" ialah mukjizat berupa badai, belalang, kutu, katak, darah, tongkat, tangan, terbelahnya lautan, naungan ghamam (awan), manna, salwa, batu yang memancarkan air, dan mukjizat lainnya yang mereka saksikan.
"Kemudian sepeninggalnya"
yakni setelah Musa pergi ke gunung untuk bermunajat kepada Allah,
"Kamu menjadikan anak sapi sebagai sesembahan selain Allah, sedang kamu berbuat zalim"
karena perbuatan yang telah kamu lakukan itu, padahal kamu mengetahui bahwa tidak ada tuhan melainkan Dia.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُواْ مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُواْ قَالُواْ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُواْ فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِن كُنتُمْ مُّؤْمِنِينَ
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" Mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).
"Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu, (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!""
Allah Ta'ala merinci kesalahan, pelanggaran terhadap janji, kesombongan, dan berpalingnya kaum Yahudi dari-Nya sehingga Dia mengangkat gunung untuk ditimpakan kepada mereka sebelum mereka menerima perjanjian itu. Kemudian mereka melanggarnya. Oleh karena itu,
"mereka berkata, 'Kami mendengar tetapi kami durhaka"
Penafsiran ayat ini sudah dikemukakan pada Surah Al Baqarah ayat 63 dan Al Baqarah ayat 64
"Dan telah diserapkan ke dalam hati mereka kecintaan kepada anak sapi lantaran kekafirannya".
Abdurrazak mengatakan dari Qatadah, "Kecintaan kepada anak sapi telah meresap hingga menembus ke dalam hati mereka." Demikian pula penafsiran yang dikemukakan oleh Abu Al Aliyah dan Rabi' bin Anas. Hal ini senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Darda, dari Nabi saw. beliau bersabda,
"Kecintaanmu kepada sesuatu akan membuatmu buta dan tuli."
(HR Abu Daud)
Firman Allah
"Katakanlah, 'Alangkah buruknya apa yang diperintahkan imanmu kepadamu, jika kamu orang-orang yang beriman'",
yakni betapa buruknya kekafiran kepada ayat-ayat Allah dan tindakan menyalahi para nabi yang kamu pegang teguh baik dahulu maupun keteguhan kekafiranmu kepada Muhammad saw. pada masa sekarang. Ini merupakan dosamuyang paling besar dan persoalan yang paling menyulitkanmu lantaran kamu kafir kepada penutup para rasul dan junjungan para nabi dan rasul yang diutus kepada seluruh manusia. Bagaimana mungkin kamu mengaku beriman, padahal kamu telah melakukan berbagai macam perbuatan jahat seperti mengingkari janji, kafir kepada Allah, dan menyembah anak sapi?
قُلْ إِن كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الآَخِرَةُ عِندَ اللّهِ خَالِصَةً مِّن دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُاْ الْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar.
Tafsir Ibnu Katsir
Muhammad bin Ishak meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi Muhammad saw.,
"Katakanlah, 'Jika negeri akhirat itu hanya untukmu pada sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka dambakanlah kematian, jika kamu memang benar."'
Yakni, berdoalah supaya kematian menimpa salah satu kelompok -- apakah itu Yahudi atau Islam -- yang dusta. Mereka menolak seruan Rasulullah saw.
وَلَن يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمينَ
Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya.
Tafsir Ibnu Katsir
"Dan sekali-kali mereka tidak akan mendam-bakannya untuk selamanya lantaran apa yang telah mereka lakukan. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim."
Maksudnya, Allah mengetahui pengetahuan mereka ihwal akhirat dan kekafiran mereka terhadapnya. Seandainya mereka mendambakan kematian tatkala Nabi saw. menyerukannya, niscaya tidak akan tersisa seorang Yahudi pun di muka bumi melainkan dia mati. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. bersabda
"Seandainya kaum Yahudi mendambakan kematian, niscaya mereka akan mati dan mereka benar-benar akan melihat tempatnya di neraka. Seandainya orang-orang yang bermubahalah dengan Nabi saw. keluar, niscaya mereka akan kembali, tanpa akan menemukan keluarga dan harta-nya karena musnah."
(HR Bukhari)
Hal ini senada dengan firman Allah Ta'ala, "Katakanlah, 'Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mengaku bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah, bukan orang lain, maka dambakanlah kematianmu, jika kamu memang benar.' Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. Katakanlah, 'Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalui Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.'" (al Jumuah ayat 6, al Jumuah ayat 7, al-Jumuah ayat 8 Tatkala kaum Yahudi -- semoga laknat Allah atas mereka -- beranggapan bahwa diri mereka sebagai anak Allah dan kekasih-Nya serta mengatakan, "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasrani," maka mereka diajak ber - mubahalah dan mendoakan buruk kepada salah satu kelompok yang berdusta, baik itu kelompok muslim maupun Yahudi. Setelah mereka menolak ajakan itu, kelompok muslim yakin bahwa mereka zalim sebab jika kaum Yahudi merasa pasti dengan pengakuannya, niscaya mereka menjadi kelompok yang paling dahulu tampil melakukan mubahalah.
Tatkala mereka tidak mau, maka diyakinilah kebohongan mereka. Kejadian itu sama dengan kejadian sewaktu Nabi saw. mengajak utusan kaum Nasrani Najran untuk ber- mubahalah, padahal hujah telah mengalahkan mereka dalam berdebat, kesombongan, dan keingkarannya. Maka Allah berfirman, "Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datangnya ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), 'Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang yang berdusta.'" (Ali Imran ayat 61) Setelah kaum Nasrani men-dengar ajakan itu, maka sebagian orang berkata kepada yang lain, "Demi Allah, jika kamu ber-mubahalah dengan Nabi ini, niscaya kamu akan musnah dalam sekejap." Oleh karena itu, mereka cenderung kepada perdamaian dan menyerahkan pajak kepala dalam keadaan tunduk.
Demikianlah, sesungguhnya kaum Yahudi -- semoga laknat Allah terus-menerus menimpa mereka hingga kiamat -- menolak ber-mubahalah karena bagi mereka kehidupan itu demikian mulia dan berharga dan karena mereka mengetahui tempat kembali mereka yang buruk, setelalh mati. Oleh karena itu, Allah berfirman, "Sekali-kali mereka tidak akan mendambakannya untuk selamanya lantaran apa yang telah mereka lakukan. Dan Allah Malia Mengetahui kepada orang-orang yang zalim."
Al-Baqarah ayat 97
قُلْ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللّهِ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Firman Allah,
"Katakanlah, 'Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka sesungguhnya dia telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan izin Allah.'"
Yakni, barangsiapa yang memusuhi Jibril, maka ketahuilah sesungguhnya Ruhul Amin yang menurunkan Adz Dzikrul Hakim (Al-Qur'an) dari Allah ke dalam hatimu dengan seizin-Nya, dan Jibril adalah salah satu rasul Allah dari golongan malaikat, dan barangsiapa yang memusuhi seorang rasul, berarti dia memusuhi semua rasul. Sebagaimana halnya orang yang beriman kepada seorang rasul, maka keimanan itu mengharuskannya untuk mengimani rasul-rasul lainnya, sebagaimana firman Allah, "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasulnya, dan mereka hendak memisahkan antara Allah dan Rasul-Nya, serta mengatakan 'Kami beriman kepada sebagian rasul namun kami kafir kepada sebagian yang lain,'" maka mereka dihukumi sebagai orang kafir sejati lantaran mereka beriman kepada sebagian rasul dan kafir kepada sebagian yang lain. Demikian pula halnya orang yang memusuhi Jibril, maka dia adalah musuh Allah karena Jibril tidak akan turun membawa perintah atas kemauannya sendiri, tetapi turun atas perintah Tuhannya, sebagaimana Allah Ta'ala bertirman, "Dan tidaklah kami turun kecuali dengan perintah Tuhanmu."
Al-Bukhari meriwayatkan dalam sahih-nya dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa yang memusuhi waliku (penolongku), berarti dia menyatakan perang denganku." (HR Bukhari)
Oleh karena itu, Allah murka demi Jibril kepada orang yang memusuhinya. Allah berfirman, "Barangsiapa yang memusuhi Jibril, maka sesungguhnya dia telah menurunkannya ke dalam hatimu dengan izin Allah; ia membenarkan kitab yang ada padanya" berupa kitab-kitab terdahulu,
"sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang beriman,"
yakni petunjuk bagi hati mereka dan berita gembira bahwa bagi mereka adalah surga. Petunjuk dan berita gembira itu ialah bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah, "Katakanlah, 'Ia sebagai petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman."
Al-Baqarah 98
مَن كَانَ عَدُوًّا لِّلّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللّهَ عَدُوٌّ لِّلْكَافِرِينَ
Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.
Kemudian Allah berfirman,
"Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, para malaikat dan para rasul-Nya, Jibril serta Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir."
Maha Tinggi Allah dari orang yang memusuhi Zat, malaikat, dan para rasul-Nya. Yang dimaksud rasul-rasul-Nya meliputi rasul dari kalangan malaikat dan manusia. Sebagaimana Allah berfirman, "Allah memilih rasul-rasul di antara para malaikat dan manusia.
"Jibril dan Mikail"
merupakan 'athaf khas kepada 'aam, sebab keduanya merupakan malaikat yang dikategorikan ke dalam cakupan rasul. Kemudian, keduanya disebutkan secara khusus sebab redaksinya ihwal permintaan tolong kepada Jibril yang merupakan duta antara Allah dan para nabi-Nya. Jibril dibarengi dengan Mikail karena kaum Yahudi menyangka bahwa Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Mikail adalah penolong mereka. Kemudian, Allah memberi tahu mereka bahwa barangsiapa yang memusuhi salah satu dari keduanya, berarti dia memusuhi yang lain juga memusuhi Allah.
=="Sesungguhnya Allah adalah musuh bagi orang-orang kafir."
Penggalan ini menyatakan yang zahir pada konteks mudhmar, sehingga tidak dikatakan fainnahuu, namun dikatakan fa'innallaoha... sebagaimana dikatakan oleh penyair,
"Saya tidak melihat kematian itu mendahulukan sesuatu Kematian itu mendatangi orang kaya maupun miskin"
Dalam ayat di atas Allah menampakkan nama-Nya tiada lain dimaksudkan untuk menegaskan makna di atas, menampakkan diri-Nya, serta memberi tahu mereka bahwa barangsiapa yang memusuhi wali (pembantu-Ku), maka Aku benar-benar menyatakan perang dengannya. Dalam hadits lain dikatakan,
"Sesungguhnya aku akan menuntut balas untuk para waliku, sebagaimana singa menuntut balas dalam pertarungan." (HR Bukhari)
Dalam hadits sahih dikatakan,
"Barangsiapa Aku menjadi musuhnya maka Aku memusuhinya."
(HR Bukhari)
Imam Abu Ja'far bin Jarir ath-Thabari rahimahullah berkata, "Para ahli ilmu sepakat dalam menakwilkan bahwa ayat ini diturunkan sebagai jawaban bagi kaum Yahudi tatkala mereka menduga bahwa Jibril merupakan musuh mereka, sedangkan Mikail adalah penolong mereka. Berkaitan dengan mereka, Allah menurunkan ayat 'Katakanlah, 'Barangsiapa menjadi musuh Jibril....'"