KHUTBAH IDUL FITRI 1437 H
Zaman Ini Membutuhkan Manusia-Manusia Baru
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ
اللهُ أكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِِّ الْحَمْدُ ...
الحَمْدُ للهِ الذِي رَبَّاناَ عَلَى الشَّدَائِدِ وَالْمَلاَحِمِ باِلصّيَامِ ، وَجَعَلَنَا باِلصّبْرِ وَالْيَقِيْنِ أَئِمَّةَ
اْلأنَاَمِ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ صِدْقٍ وَحقٍّ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Hari ini kita hadir di sini setelah menuntaskan puasa tiga puluh hari. Semoga sekolah Ramadan ini telah melahirkan kita menjadi manusia manusia baru.
Manusia manusia yang selama puasa, taubatnya telah menyingkap tabir antara dirinya dengan langit, yang munajat-munajatnya telah mencurahkan rahmat Allah ke dalam dirinya, yang tilawah dan i’tikafnya telah membebaskannya dari ancaman api neraka.
Semoga sekolah Ramadan ini telah melahirkan kita kembali menjadi manusia manusia baru; yang orientasi hidupnya meraih ridha Allah jelas tertancap dalam sanubarinya, yang peta jalannya menuju surga jelas terbayang dalam benaknya, yang tekadnya beramal tak kan dapat dihalangi oleh rintangan sebesar apapun.
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للهَِِّ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am: 162)
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِِّ الْحَمْدُ
Hari ini kita hadir di sini, bersimpuh bersama, di hadapan Allah SWT, sebagai alumni sekolah Ramadan, dan siap untuk berikrar bersama, dengan penuh kesadaran, dan kemantapan hati, bahwa kita telah selesai dengan diri sendiri, bahwa kita telah membersihkan semua debu yang menempel dalam pikiran
dan jiwa kita, bahwa kita telah membetulkan kembali kompas yang menuntun jalan hidup kita, bahwa kita telah menyiapkan kendaraan fisik kita, untuk memikul beban dan amanah perjuangan.
Hari ini kita hadir di sini, bersimpuh bersama di hadapan Allah SWT, sebagai alumni sekolah Ramadan, dan siap untuk berikrar bersama, dengan penuh kesadaran, dan kemantapan hati, bahwa kita adalah manusia-manusia baru yang telah menyelesaikan persoalannya dengan diri sendiri; yang telah mengosongkan pikirannya dari kebodohan, kepicikan, dan mengisinya dengan
orientasi dan peta jalan hidup serta ilmu yang benar; yang mengosongkan hatinya dari keangkuhan, kemunafikan, riya’, dengki dan dendam lalu menggantinya dengan kerendahan hati, kejujuran, cinta dan kasih sayang; yang telah mengganti lemak-lemak jahat dalam tubuhnya dengan otot-otot yang
sehat dan kuat. Kita adalah manusia-manusia baru yang telah terbebaskan dan tercerahkan, yang siap memikul tanggung jawab sejarah, yang menyatu dengan cinta bersama saudara-saudaranya sesama ummat, demi memikul amanah kebangkitan.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهَِّ
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِِّ الْحَمْدُ
Tidakkah saudara-saudara menyaksikan umat kita tercabik-cabik di mana-mana? Di depan mata kita ada 300 ribu mayat warga Syiria yang terbantai.
Ada 12 juta sisanya yang menjadi pengungsi ke hampir seluruh penjuru dunia. Lalu berapakah jumlah saudara-saudara kita yang dibunuh dan dibantai di Irak, di Mesir, di Yaman, di Libya?
Lalu berapa banyak pemuda-pemudi Palestina yang setiap hari berguguran sebagai syahid? Tidakkah saudara-saudara menyaksikan bagaimana para pemimpin Islam di Bangladesh digantung satu persatu secara bergiliran?
Tidakkah saudara-saudara menyaksikan bagaimana bom telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Pakistan, di Afghanistan, bahkan di Turki? Baik karena perang saudara, atau kebengisan rezim sekuler, atau intervensi militer negara lain, yang pasti semua itu telah melahirkan wajah dunia Islam yang carut marut, penuh darah dan air mata.
Saya bahkan tidak tahu apakah kita yang hadir di sini punya hak untuk tertawa di hari lebaran ini, sementara saudara-saudara kita di belahan bumi lain bersimbah darah dan air mata?
Tidakkah saudara-saudara menyaksikan bagaimana orang-orang miskin dan tidak berpendidikan menjadi penduduk mayoritas di semua negara Islam? Para pengemis memenuhi jalan-jalan raya di seluruh kota besar dunia Islam.
Saya bahkan tidak mengetahui apakah kita punya alasan untuk bergembira hari ini sementara saudara-saudara kita di belahan bumi lain tidak punya sesuatu yang bisa mereka makan dan bisa mereka pakai di hari lebaran ini?
Itulah umat kita. Itulah dunia Islam kita. Kebodohan, kemiskinan dan perang adalah kosa kata
yang memenuhi wajah kita. Seakan-akan misi agama ini membawa rahmat tak pernah hadir di tengah umat kita.
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِِّ الْحَمْدُ
Tapi di hadapan kita juga ada fenomena lain. Peradaban yang sekarang menguasai dunia dengan system globalnya juga sedang menuju ke keruntuhannya secara perlahan namun pasti. Sebab utama dari keruntuhan ini adalah kezaliman yang nyata, terutama dalam bidang politik, ekonomi dan sosial. Mereka menciptakan perang dan kemiskinan di mana-mana. Mereka menyedot kekayaan bangsa-bangsa lain dan menciptakan ketimpangan
ekonomi sosial yang mengerikan secara global. Sekarang kezaliman itu telah sampai pada puncaknya. Dan Allah mulai memutar arah jarum sejarah.
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا
تَدْمِيرًا
Artinya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta'ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Israa’: 16)
Maka lihatlah bagaimana krisis ekonomi mulai melilit mereka,
membangkrutkan negara dan perusahaan-perusahaan besar. Kini krisis itu telah menciptakan konflik politik di kalangan elit mereka yang sangat mendalam. Konflik elit politik itu bahkan dapat menyeret mereka ke dalam perpecahan dan perang saudara.
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِِّ الْحَمْدُ
Jadi di hadapan kita kini, ada dua fenomena sejarah. Ada umat Islam yang sakit, dililit kebodohan, kemiskinan, dan peperangan, tapi berusaha bangkit namun tertatih-tatih dan terseok-seok. Tapi juga ada peradaban besar yang kezalimannya kepada bangsa-bangsa lain dan kepada umat manusia kini menghantar mereka menuju keruntuhan.
Ada umat yang bangkit melakukan perlawanan namun berdarah-darah. Ada peradaban yang sedang runtuh dan
berusaha mempertahankan kedigdayaannya dan juga berdarah-darah. Kita seperti menyaksikan dua tangisan yang kontras. Ada tangis kelahiran, ada tangis kematian. Setiap bayi yang lahir selalu disertai air mata. Setiap orang yang mati juga dihantar dengan air mata. Di manakah dua grafik itu kelak bertemu? Grafik kebangkitan dari umat kita yang terseok dan grafik keruntuhan mereka yang lamban namun pasti?
وَتِلْكَ الْأيََّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللهَُّ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَاءَ
Artinya: “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian
kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada.” (QS. Ali Imran: 140)
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِِّ الْحَمْدُ
Pada suatu titik dalam sejarah dua grafik itu kelak akan bertemu. Di saat pertemuan itu Allah memenuhi janji-Nya.
وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ
Artinya: "Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). (QS. Al-Qashas: 5)
وَعَدَ اللهُ الَّذينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
وَ لَيُمَكِّنَّنَ لَهُمْ دينَهُمُ الَّذِي ارْتَضى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَني لا يُشْرِكُونَ بي شَيْئاً
وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْفاسِقُونَ
Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Annur: 55)
Tapi janji Allah itu hanya akan terwujud dengan kerja manusia, kerja keras kita. Hanya Islamlah agama yang pantas menggan1kan peradaban yang akan runtuh ini. Tapi agama ini membutuhkan pahlawan-pahlawan agung, yang keagungannya sesuai dengan keagungan ajarannya. Alangkah agungnya agama ini, kalau saja ia dipikul oleh pahlawan-pahlawan agung. Pahlawan-pahlawan
yang batas pandangannya adalah langit, yang batas mimpinya adalah surga, yang semangatnya mengalahkan kelelahannya, yang kecerdasannya mengalahkan tantangannya. Dalam situasi seperti ini, umat ini membutuhkan pemimpin pemimpin yang jujur, bekerja dengan penuh keyakinan dan kesabaran, memahami realitas zamannya secara mendalam, serta bekerja
dengan peta jalan yang jelas.
رَحِمَ اللهُ امْرأً عَرَفَ زَمَانَهُ فَاسْتَقَامَتْ طَرِيْقَتُهُ
Artinya: “Semoga Allah merahmati seseorang yang memahami zamannya, maka menjadi luruslah jalannya.”
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَللهِِّ الْحَمْدُ
Kita sedang berada di persimpangan sejarah. Zaman ini membutuhkan manusia-manusia baru yang telah ditempa dalam sekolah Ramadan. Manusia-manusia baru yang datang dengan tekad seorang pahlawan untuk mengubah tangis kebangkitan ini menjadi mimpi peradaban yang menggelorakan, menjadi cinta yang mempersaudarakan dan menyatukan langkah, menjadi
energi yang melahirkan kerja keras yang tak kenal lelah.
Zaman ini membutuhkan manusia-manusia baru; yang memiliki keyakinan Nabi Nuh menghadapi ejekan orang-orang terhadap dirinya saat ia menyiapkan perahu yang akan menyelamatkan umat manusia. Zaman ini memerlukan manusia-manusia baru; yang dapat mewarisi keberanian Dawud menghadapi
Jalut. Zaman ini membutuhkan manusia-manusia baru; yang keikhlasannya menyatu dengan kecerdasannya, yang firasatnya menyatu dengan pengetahuannya, yang tekadnya menyatu dengan peta jalannya, yang langkah kakinya sejauh pandangan matanya, yang kerja kerasnya menyatu dengan inovasinya.
Zaman ini membutuhkan manusia-manusia baru; yang dapat menyatukan lidi-lidi yang berserakan menjadi sapu, mengurai kerumitan masalah menjadi kerangka kerja yang terang benderang, yang mengubah organisasi menjadi arus yang mengalirkan energi dan potensi umat kepada muara peradaban.
Zaman ini membutuhkan manusia-manusia baru; yang dapat membawa ruh masjid ke pasar pasar, ke jalan jalan, ke sekolah-sekolah, dan ke dalam kantor-kantor pemerintahan.
Zaman ini memerlukan manusia-manusia baru; yang dapat menyatukan apa yang tidak dapat disatukan oleh peradaban ini. Yaitu; masjid, pasar dan negara. Mereka bukan manusia-manusia yang terbelah, yang selalu memisahkan masjid dengan pasar, atau masjid dengan negara, yang memisahkan antara ketaatan kepada Tuhan dengan cinta kepada tanah air, yang memisahkan antara kerja-kerja dakwah dan kerja-kerja politik.
Zaman ini memerlukan manusia-manusia baru; yang tercerahkan, yang tahu bagaimana menyatukan antara kesalihan pribadi dan kepemimpinan politik yang tangguh.
Saudara-saudara sekalian, semoga Allah menjadikan kita sebagai manusiamanusia baru itu. Semoga Allah menjadikan kita sebagai sebab kebangkitan dan kejayaan umat ini. Maka marilah kita berdoa dengan doa Nabi Ibrahim:
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ ، وَاجْعَل لِّي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ ،
وَاجْعَلْنِي مِن وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ
Artinya: (Ibrahim berdo'a): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh
keni'matan.” (QS. Assyu’ara: 83-85).
أَقُولُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ
Selasa, 05 Juli 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar