SELAMAT DATANG DI BLOG PONTREN DARUL QUR'AN CIMALAKA

KAMI SENANG ANDA DAPAT BERSILATURAHMI MELALUI BLOG KAMI 

VOKAL GROUP 'ARABI SANTRI DQ

VOKAL GROUP 'ARABI SANTRI DQ

MENERIMA SANTRI+SISWA BARU

TELAH DI BUKA PENDAFTARAN SANTRI-MURID BARU PONTREN DARUL QUR'AN TAHUN AJARAN 2012-2013 UNTUK PROGRAM: MTs TERPADU DQ + NYANTRI; NYANTRI + SEKOLAH FORMAL DI LUAR PONTREN; PAUD-TK ISLAM PLUS; DINIYAH TAKMILIYAH

Selasa, 14 Juli 2009

Opini

MTQ BUKAN UNTUK MTQ

Oleh: Drs. H. Cecep Parhan Mubarok, M.H.

Rois Majelis Ilmi Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz Kab. Sumedang

Menanggapi pernyataan Menteri Agama RI dalam harian yang sama tanggal 23 Juni 2009 tentang rencana pemerintah mengevaluasi penyelenggaraan MTQ tingkat Nasional yang dinilainya pemborosan dan mubadzir karena terlalu mewah dan penuh dengan acara seremonial, perlu kiranya kami memberikan sumbang saran kepada pemerintah dalam hal ini menteri agama dan instansi-instasi terkait untuk lebih komperhensip dalam mengevaluasi penyelenggaraan MTQ tidak hanya sekedar keberatan dalam hal besarnya pembiayaan, apalagi kalau hanya mempersepsi MTQ untuk MTQ, artinya MTQ tingkat lebih rendah dipersiapkan untuk MTQ pada jenjang MTQ selanjutnya yang lebih tinggi. Hal ini bisa berakibat berkurangnya semangat pemberantasan buta huruf al-Qur’an dan pada gilirannya akan menghilangkan hidup dan membuminya al-Qur’an di tengah masyarakat bahkan akan menjadikan stagnasi penggalian ilmu-ilmu yang bersumber dari al-Qur’an pada institusi-institusi yang selama ini giat mendidik generasi Qur’ani seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an, TPQ, MDA dan Pondok-pondok pesantren al-Qur’an.

Penyelenggaran MTQ di Indonesia tidak bisa disamakan dengan MTQ yang diselenggarakan oleh Negara-negara lain yang hanya cukup dilaksanakan di hotel walaupun tentu secara substansial ada kesamaannya, karena mempunyai kultur dan latar belakang sejarah yang berbeda, demikian halnya dengan acara seremoni yang mengiringinya, terlebih setelah menjadi program rutin pemerintah muatan dan tujuannya selalu dikemas dalam bingkai ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah (kerukunan ummat beragama). Secara historis MTQ telah dikenal dibumi Nusantara jauh sebelum pemerintah mengadopsinya sebagai program pemerintah pada tahun 1969, dimana pada saat itu MTQ di samping dijadikan ajang untuk menguji kemampuan santri dalam bidang tilawah dan qiraah, juga sebagai media silaturahmi antara komunitas pesantren yang satu dengan pesantren yang lainnya, kiyai dengan kiyai, santri dengan santri, atau kiyai dengan santri, hal ini yang sangat kental terasa hikmahnya sampai saat sekarang. MTQ juga alat pemersatu bangsa di Indonesia dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Saudara mayaritos non muslim merasa diakui dengan hadirnya saudara mereka yang muslim utusan dari daerahnya ikut dalam pentas MTQ Nasional.

Gema dan Syi’ar MTQ atau STQ dalam setiap tingkatan telah membawa hikmah yang banyak dalam dakwah islam bukan hanya sekedar perolehan kejuaran oleh orang perorang atau membawa prestasi daerahnya, tetapi telah mampu mendorong lahirnya generasi yang konsen (tafaqquh) mengeksplorasi seluruh dimensi yang ada dalam al-Qur’an, mulai dari murattal, tilawah, tahfidz, tafsir, seni kaligrafi alqur’an, penulisan karya ilmiyah al-Qur’an dan lain-lain yang berhubungan ilmu qira’ah dan isi kandungan al-Qur’an. Hal itu semua pada giliranya telah membawa sumber daya muslim Indonesia menjadi lebih berkualitas.

Sekedar testimoni di daerah kami kabupaten Sumedang, sebelum adanya musabaqah hifdzil Qur’an, penghapal Juz ‘amma (Juz ke 30) masih dapat dihitung dengan jari, tetapi setelah MHQ menjadi salah satu cabang dari MTQ jangankan penghafal juz ‘amma yang sudah ribuan orang, penghafal 30 juz pun yang dulunya minus sekarang semakin menunjukan peningkatan secara kuantitas maupun kualitas. Demikian pula dengan cabang tafsir yang dulu orang menjadi mufassir dianggap tabu tetapi sekarang bermunculan mufassir-mufassir muda yang fashih berbahasa arab dan hafal 30 juz al-Qur’an, pengkajian kitab-kitab tafsirpun di pesantren-pesantren salafi yang dulu hanya sebatas kitab tafsir jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dan Jalaluddfin al-Mahalli tetapi Musabaqah Tafsir Qur’an telah membuka wawasan para santri dan kiyai pada referensi-refensi kajian kitab tafsir yang lebih banyak, luas dan modern. Kemudian tradisi membaca qira’an sab’ah yang dulu mengalami stagnasi dan hampir mati di lingkungan pesantren-pesantren al-Qur’an, kini hadirnya Musabaqah qira’ah sab’ah (tujuh macam bacaan) bukan hanya hidup di lingkungan pesantren Al-Qur’an tapi selain pesantren al-Qur’an pun mulai mempelajarinya.

Kegiatan MTQ adalah salah satu bagian dari banyaknya kegiatan-kegiatan monumental lainnya yang telah terbukti membawa dampak positif bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, tentu tidak bisa dianggap kecil yang cukup dengan biaya murah, sementara itu kita bersaing dengan kegiatan-kegiatan yang mendorong pada terciptanya gaya hidup yang tidak islami, dekat dengan maksiat, merusak akhlak dan mental bangsa namun disuport dengan biaya milyaran rupiah dan penyelenggaraannyapun hampir setiap minggu terencana dengan baik, tentu MTQ atau STQ harus lebih ditata lagi secara baik,berkembang semakin hidup dan moderen dengan anggaran yang adil dan berimbang karena disana ada pendidikan, ada santri yang berprestasi yang harus dihargai, ada ulama atau kiyai yang perlu dihormati dimana mereka kesehariannya mendidik dengan ikhlas tanpa bayaran tapi mereka punya obsesi besar untuk mensyi’arkan dakwah Islam tetapi tidak punya anggaran namun diyakini punya dampak yang baik bagi institusi pendidikan yang ditekuninya. Oleh karena itu hilangnya atau dipersempitnya penyelenggaraan STQ atau MTQ Nasional dikhawatirkan akan memberikan efek berangkai negative terhadap penyelenggaraaan even MTQ atau STQ di bawahnya hingga akhirnya la yahya wa la yamut (tidak mati dan tidak hidup). Harus diingat disini bahwa birokrasi atau masyarakat kita di bawah masih kental dengan pola anutan (faternalistik) termasuk anutan terhadap penyelenggaraan MTQ yang didorong dengan baik oleh pemerintah pusat akan berakibat baik terhadap penyelenggaraan di bawahnya, kini di tingkat desapun di tanah air kita sepanjang penulis alami dan berbagi pengalaman dengan tokoh-tokoh ahli qira’ah (per-musabaqah-an) di Indonesia sudah sulit mencari pemerintahan desa yang secara langsung menyelenggarakan MTQ atau STQ tingkat desa.

Penyelenggaraan per-MTQ-an di Indonesia memang masih banyak kelemahan yang belum di-manage dengan baik, misalnya : Penyelenggara yang belum sepenuhnya professional; pola pengaturan peserta yang tidak tegas dan cenderung banyak disimpangi tertama usia peserta maupun tentang asal-usul (domisili) peserta, contohnya peserta yang sudah usia remaja masih mengikuti tilawah tingkat anak-anak, peserta usia mahasiswa masih mengikuti musabaqah fahmil qur’an yang seharusnya diikuti oleh murid-murid Madrasah Aliyah/SMA ke bawah ; Pola pemberian penghargaaan dan penghormatan terhadap peserta berprestasi masih minim dan diskriminatif apabila dibandingkan dengan pemberian penghargaan kepada atlit yang selama ini getol diperjuangkan oleh Menpora Adiyaksa atau pelaku seni dan lain-lain walaupun pelaku lainpun merasakan yang sama tapi masih lebih baik; Rekruitmen dan penetapan dewan hakim belum sepenuhnya mencerminkan professionalisme dan berintegritas moral; Pola pembinaan baik sebelum maupun sesudah MTQ masih jauh dari berkesinambungan kalaupun ada masih bersifat informal dan non formal atau di luar struktur Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ)., Aspek pengembangan sudah cukup baik, tetapi harus tetap dipertahankan dan berorientasi menarik manfa’at yang sebesar-besarnya bagi pendidikan dan dakwah Islam.

Kelemahan-kelemahan tersebut seyogyanya menjadi bahan evaluasi pihak-pihak terkait dan secepat mungkin untuk diantisipasi supaya tidak menimbulkan persepsi yang negative terhadap per-MTQ-an, bahkan dalam hemat kami justru salah satu yang harus mendapat revitalisasi substansial dan anggaran di lingkungan Departemen Agama adalah per-MTQ-an karena di sana ada dakwah dan pendidikan Islam. Wali Kota Bandung H. Dada Rosyada dalam penutupan MTQ tingkat propinsi Jawa Barat pernah menekankan pentingnya MTQ sampai beliau berambisi untuk memprogramkan MTQ sebagai even musabaqah bulanan. Demikian, mudah-mudahan penyelenggaraan MTQ atau STQ semakin baik, efektif dan efesien juga terbebas dari noda kecurangan, kolusi, mubadzir apalagi korupsi.